Mengenal dan Memahami Budaya Indonesia, upacara adat, pelet, wayang, mitos dan legenda, rumah adat, pakaian adat, Asal Usul Sejarah Borobudur, Nenek Moyang, Tari Rumah Adat, Hindu, Budha, Islam, Majapahit, Merah Delima, Pusaka, Pocong, Kuntilanak, Nyi Roro Kidul

Friday, November 13, 2015

Ajang Pencarian Jodoh Lewat Kabuenga

Berbeda dengan zaman kini yang serba instant ini dulu nenek moyang kita untuk mencari pasangan hidup saja harus melalui serangkaian prosesi upacara yang sakral dan khidmat demi menerima pasangan yang memang mumpuni dan sanggup bertahan lama. Salah satu teladan tradisi ajang pencarian jodoh yang sangat menarik terdapat di kepulauan Wakatobi, Sulawesi Tenggara.

Tradisi untuk mencari pasangan hidup di Wakatobi ini berjulukan kabuenga. Tradisi yang memang rutin diselenggarakan di kepulauan Wakatobi tiap tahunnya ini digelar di lapangan terbuka dan diikuti oleh semua penduduk Wakatobi yang sudah berilmu balig baik perempuan maupun laki-laki. Dalam tradisi ini setiap laki-laki dan perempuan yang menyatakan berniat untuk hidup bersama disandingkan pada semacam ayunan di tengah-tengah lapangan terbuka semoga semua orang sanggup menyaksikannya. 

Proses runutnya tradisi kabuenga ini yaitu pertama-tama penduduk menyiapkan ayunan di tengah-tengah lapangan terbuka sebagai media pertemuan laki-laki dan perempuan yang akan mencari jodoh sampai diucapkannya ikrar untuk hidup bersama. Dalam tradisi kabuenga ini, para perempuan yang akan mencari pasangan hidup berkumpul melingkari ayunan dengan mengenakan pakaian etika Wakatobi dan membawa makanan-makanan tradisional yang majemuk dan biasanya berwarna mencolok dan ditata sedemikian rupa sampai terlihat menarik. Kemudian para perempuan ini menarikan sebuah tarian yang disebut tarian pajoge dengan iringan gendang dan suara gong sebagai pembuka prosesi sakral ini. Ketika tarian ini sedang dimainkan oleh para perempuan tadi kaum laki-laki dipersilahkan untuk memperlihatkan uang kepada sang wanita. 

Makna filosofis dari tarian ini bercerita ihwal etika kebiasaan dari sebagian kaum laki-laki Wakatobi yang selalu menjadi perantau di negeri orang. Dan dikala dalam perantauan inilah berjanji bahwa jikalau pulang ke Wakatobi nanti akan menyisihkan sebagian dari penghasilannya untuk diberikan kepada para penari yang menyambut kepulangannya. Untuk mengiringi prosesi kabuenga ini, para pemangku etika kemudian berjalan mengelilingi ayunan kabuenga tadi sambil mengalunkan kidung-kidung tradisional. 

Setelah pemangku etika menuntaskan alunan kidungnya kemudian dilanjutkan oleh kaum perempuan yang juga mengelilingi ayunan tadi sebanyak 7 kali sambil juga mendendangkan lagu-lagu tradisional Wakatobi dengan membawa minuman ringan yang pada nantinya akan diberikan kepada laki-laki yang dicintainya. Kaum perempuan yng berada dalam barisan ini disebut sebagai kelompok kadandio.

Ketika menjalankan prosesi ini kaum perempuan yang tergabung dalam kelompok kadandio diharuskan untuk berperilaku sopan santun kepada seorang laki-laki yang akan diberi minuman persembahan tadi semoga sang lelaki menjadi terkesan dan mau mendapatkan minuman pinjaman sang wanita. Prosesi pinjaman minuman ini disebut sebagai etika pasombui. 

Setelah kaum perempuan akibat kini giliran sang lelaki melaksanakan hal yang sama yaitu mengelilingi ayunan sebanyak 7 kali. Tapi, berbeda dengan sang perempuan yang membawa minuman ringan maka para lelaki ini sambil melantunkan pantun membawa semacam parcel yang berisi macam-macam kebutuhan sehari-hari dari mulai kuliner sampai pakaian.

Yang menarik dari prosesi ini yaitu sehabis sang lelaki menyerahkan barang-barang yang dibawanya kepada sang perempuan, dilanjutkan dengan berbalas pantun. Dalam berbalas pantun ini pantun-pantun yang dilantunkan oleh kedua belah pihak (laki-laki dan perempuan) berisi ihwal ungkapan-ungkapan cinta kepada pasangannya sampai kemudian keduanya berikrar untuk hidup bersama sehidup semati.

Setelah keduanya berikrar maka keduanya pun diantar oleh pemangku etika menuju ayunan kabuenga. Setiap pasangan yang duduk di atas ayunan itu kemudian diayun oleh sang pemangku etika tadi sambil dinyanyikan irama syair dan pantun.

Dan sehabis melewati prosesi ini setiap pasangan selanjutnya berpisah dan kembali pulang ke rumah masing-masing sambil menunggu pembicaraan antar kedua keluarga untuk kemudian menuju pelaminan.

Previous
Next Post »

Post a Comment