Mengenal dan Memahami Budaya Indonesia, upacara adat, pelet, wayang, mitos dan legenda, rumah adat, pakaian adat, Asal Usul Sejarah Borobudur, Nenek Moyang, Tari Rumah Adat, Hindu, Budha, Islam, Majapahit, Merah Delima, Pusaka, Pocong, Kuntilanak, Nyi Roro Kidul

Tuesday, January 9, 2018

Cerita Rakyat - Legenda Rawa Pening

Cerita rakyat legenda rawa pening - Pada zaman dahulu, hidup seorang perempuan berjulukan Endang Sawitri yang tinggal di desa Ngasem. Endang Sawitri sedang hamil, dan kemudian ia pun melahirkan. Anehnya, yang dilahirkan bukanlah bayi biasa, melainkan seekor naga. Naga tersebut kemudian diberi nama Baru Klinting. Baru Klinting ialah seekor naga yang unik. Dia bisa berbicara ibarat manusia.

Saat usianya menginjak remaja, Baru Klinting bertanya kepada ibunya. Dia ingin tahu apakah ia mempunyai seorang ayah, dan dimana ayahnya berada. Endang Sawitri menjawab bahwa ayahnya ialah seorang raja, yang sedang bertapa di sebuah gua, di lereng Gunung Telomoyo.

Pada suatu hari, Endang Sawitri berkata bahwa sudah tiba saatnya bagi Baru Klinting untuk menemui ayahnya. Dia memperlihatkan sebuah klintingan kepada Baru Klinting. Benda itu ialah peninggalan dari ayah Baru Klinting, dan sanggup menjadi bukti bahwa Baru Klinting ialah benar-benar anaknya.

Baru Klinting berangkat ke pertapaan untuk mencari ayahnya. Saat hingga di pertapaan Ki Hajar Salokantara, ia pun bertemu dengan Ki Hajar Salokantara dan melaksanakan sembah sujud di hadapannya.


Baru Klinting menjelaskan kepada Ki Hajar Salokantara bahwa ia ialah anaknya, sambil memperlihatkan klintingan yang dibawanya. Ki Hajar Salokantara kemudian berkata bahwa ia perlu bukti lagi. Dia meminta Baru Klinting untuk melingkari Gunung Telomoyo. Jika ia bisa melakukannya, maka benar ia ialah anaknya. Ternyata Baru Klinting sanggup dengan gampang melingkari gunung tersebut. Ki Hajar Salokantara mengakui bahwa memang benar Baru Klinting ialah anaknya. Dia kemudian memerintahkan Baru Klinting untuk bertapa di dalam hutan yang terdapat di lereng Gunung Telomoyo.

Saat Baru Klinting sedang bertapa di dalam hutan, datanglah para penduduk dari desa Pathok. Mereka sedang berburu, mencari binatang untuk dijadikan santapan pesta sedekah bumi yang mereka rayakan sehabis panen usai. Karena tidak sanggup menemukan seekor binatang pun, mereka menangkap naga besar yang sedang bertapa itu, dan memasaknya.

Arwah Baru Klinting bermetamorfosis menjadi seekor anak kecil yang kumal. Anak kecil tersebut tiba ke pesta yang diadakan penduduk desa Pathok, dan meminta untuk ikut menikmati hidangan yang disajikan. Namun, para penduduk menolak kehadiran anak yang kumal itu. Bahkan, Baru Klinting diusir dan ditendang. Dengan murka dan sakit hati, Baru Klinting meninggalkan kawasan tersebut. Ia kemudian bertemu dengan seorang nenek bau tanah yang memperlakukannya dengan sangat baik. Dia diberi makan, dan diperlakukan ibarat seorang tamu yang terhormat. Baru Klinting kemudian berpesan kepada nenek tersebut semoga segera menyiapkan lesung kalau nantinya terdengar bunyi gemuruh.

Baru Klinting kembali ke pesta warga desa Pathok. Warga desa tersebut tetap berusaha mengusirnya. Baru Klinting kemudian menancapkan sebuah lidi ke tanah. Dia kemudian menantang warga desa untuk mencabutnya. Namun, tidak ada yang bisa untuk mencabutnya. Baru Klinting kemudian mencabut lidi tersebut sendiri, dan muncul mata air yang sangat deras, diikuti oleh bunyi gemuruh.

Air yang muncul dari mata air membanjiri desa tersebut dan terbentuklah Rawa Pening. Seluruh penduduk desa tenggelam, kecuali nenek baik hati yang telah memperlakukan Baru Klinting dengan baik. Nenek tersebut selamat alasannya ialah masuk ke dalam lesung, sesuai dengan petunjuk yang telah diberikan oleh Baru Klinting.

Post a Comment