Mengenal dan Memahami Budaya Indonesia, upacara adat, pelet, wayang, mitos dan legenda, rumah adat, pakaian adat, Asal Usul Sejarah Borobudur, Nenek Moyang, Tari Rumah Adat, Hindu, Budha, Islam, Majapahit, Merah Delima, Pusaka, Pocong, Kuntilanak, Nyi Roro Kidul

Friday, November 16, 2018

Kisah Maulana Malik Ibrahim

Scud Story yakni Portal Edukasi yang memuat artikel wacana Kisah Maulana Malik Ibrahim, Kisah Wali Songo, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel, Hikayat, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah Nabi, Kumpulan Cerita Anak Indonesia, Cerita Lucu,Tips Belajar, Edukasi Anak Usia Dini, PAUD, dan Balita.

Asal seruan Maulana Malik Ibrahim
Jauh sebelum Maulana Malik Ibrahim tiba ke Pulau Jawa. Sebenarnya sudah ada masyarakat Islam di daerah-daerah pantai utara. Termasuk di desa Leran. Hal itu sanggup dibuktikan dengan adanya makam seorang perempuan berjulukan Fatimah Binti Maimun yang meninggal pada tahun 475 Hijriyah atau pada tahun 1082 M.

Kaprikornus sebelum jaman Wali Songo, Islam sudah ada di pulau Jawa, yaitu tempat Jepara dan Leren. Tetapi Islam pada masa itu masih belum berkembang secara besar-besaran. Maulana Malik Ibrahim yang lebih dikenal penduduk setempat sebagai Kakek Bantal itu diperkirakan tiba ke Gresik pada tahun 1404 M. Beliau berdakwah di Gresik sampai selesai wafatnya yaitu pada tahun 1419 M.

Pada masa itu kerajaan yang berkuasa di Jawa Timur yakni Majapahit. Raja dan rakyatnya kebanyakan masih beragama Hindu atau Budha. Sebagian rakyat Gresik sudah ada yang bermacam-macam Islam, tetapi masih banyak yang beragama Hindu atau bahkan tidak beragama sama sekali. Dalam Dakwah kakek bantal memakai cara yang bijaksana dan taktik yang sempurna menurut pedoman Al-Qur’an yaitu :

“Hendaklah engkau ajak kejalan TuhanMu dengan pesan tersirat (kebijaksanaan) dan dengan petunjuk-petunjuk yang baik serta ajaklah mereka berdialog (bertukar pikiran) dengan cara yang sebaik-baiknya (QS. An Nahl ; 125)” Ada yang menyebutkan bahwa ia berasal dari Turki dan pernah mengembara di Gujarat sehingga ia cukup berpengalaman menghadapi orang-orang Hindu di pulau Jawa. Gujarat yakni wilayah negara Hindia yang kebanyakan penduduknya beragama Hindu.

Di Jawa, kakek bantal bukan hanya berhadapan dengan masyarakat Hindu melainkan juga harus bersabar terhadap mereka yang tak beragama maupun mereka yang terlanjur mengikuti aliran sesat, juga meluruskan iktikad dari orang-orang Islam yang bercampur dengan kegiatan Musyrik. Caranya , ia tidak eksklusif menentang kepercayaan mereka yang salah itu melainkan mendekati mereka dengan penuh hikmah, ia tunjukkan keindahan dan ketinggian moral Islami sebagaimana pedoman Nabi Muhammad SAW.

Dari huruf-huruf arab yang terdapat pada kerikil nisannya sanggup diketahui bahwa Syekh Maulana Malik Ibrahim yakni si Kakek Bantal, penolong fakir miskin, yang dihormati para pangeran dan para sultan hebat tata negara yang ulung, hal itu memperlihatkan betapa hebat usaha ia terhadap masyarakat, bukan hanya pada kalangan atas melainkan juga pada golongan rakyat bawah yaitu kaum fakir miskin.

Keterangan yang tertulis dimakamnya ialah sbb : “inilah makam Almarhum Almaghfur, yang berharap rahmat Tuhan, pujian para pangeran, para Sultan dan para Menteri, penolong para Fakir dan Miskin, yang berbahagia lagi syahid, cemerlangnya simbol negara dan agama, Malik Ibrahim yang populer dengan Kakek Bantal. Allah meliputinya dengan RahmatNya dan KeridhaanNya, dan dimasukkan ke dalam Surga. Telah Wafat pada hari Senin 12 Rabiul Awal tahun 822 H.” Menurut literatur yang ada, ia juga hebat pertanian dan hebat pengobatan. Sejak ia berada di Gresik hasil pertanian rakyat Gresik meningkat tajam. Dan orang-orang sakit banyak yang disembuhkannya dengan daun-daunan tertentu. Sifatnya lemah lembut, welas asih dan ramah tamah kepada semua orang, baik sesama muslim atau dengan non muslim membuatnya populer sebagai tokoh masyarakat yang disegani dan dihormati. Kepribadiannya yang baik itulah yang menggoda penduduk setempat sehingga mereka berbondong-bondong masuk agama Islam dengan suka rela dan menjadi pengikut ia yang setia.

Sebagai misal ia menghadapi rakyat jelata yang pengetahuannya masih awam sekali, ia tidak menjelaskan Islam secara njelimet. Kaum bawah tersebut dibimbing untuk sanggup mengolah tanah supaya sawah dan ladang mereka sanggup dipanen lebih banyak lagi. Sesudah itu mereka dianjurkan bersyukur kepada yang memperlihatkan Rezeki yaitu Allah SWT.

Dikalangan rakyat jelata Syekh Maulana Malik Ibrahim sangat terkenal, terutama dari kalangan kasta rendah. Sebagaimana diketahui agama Hindu membagi masyarakat menjadi 4 kasta yaitu ; kasta brahmana, kstaria, waisya dan sudra. Dari ke empat kasta tersebut kasta sudra yakni yang paling rendah dan sering di tindas oleh kasta-kasta yang lebih tinggi. Maka ketika Syekh Maulana Malik Ibrahim menandakan kedudukan seseorang didalam Islam, orang-orang kasta sudra dan waisya banyak yang tertarik, Syekh Maulana Malik Ibrahim menjelaskan bahwa dalam agama Islam semua insan sama sederajat. Orang sudra boleh saja bergaul dengan kalangan yang lebih atas, tidak dibeda-bedakan. Dihadapan Allah semua insan yakni sama, yang paling mulia diantara mereka hanyalah yang paling taqwa disisi Allah SWT.

Taqwa itu letaknya dihati, hati yang mengendalikan segala gerak kehidupan insan untuk berusaha sekuat-kuatnya mengerjakan segala perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya. Dengan taqwa itulah insan akan hidup senang di dunia dan di akherat kelak, orang yang bertaqwa sekalipun dia dari kasta sudra sanggup jadi lebih mulia daripada mereka yang berkasta ksatria dan brahmana.

Mendengar keterangan ini, mereka yang berasal dari kasta sudra dan waisya merasa lega, mereka merasa dibela dan dikembalikan haknya sebagai insan yang utuh sehingga wajarlah bila mereka berbondong-bondong masuk agama Islam dengan suka cita. Setelah pengikutnya semakin banyak, ia kemudian mendirikan mesjid untuk beribadah gotong royong dan mengaji. Dalam membangun mesjid ini ia menerima pemberian yang tidak sedikit dari Raja Carmain. Dan untuk mempersiapkan kader umat yang nantinya sanggup meneruskan usaha membuatkan agama Islam ke seluruh tanah Jawa dan seluruh Nusantara maka ia kemudian mendirikan pesantren yang merupakan akademi Islam, tempat mendidik dan menggembleng para santri sebagai calon mubaligh. Pendirian pesantren yang pertama kali di Nusantara itu di ilhami oleh kebiasaan masyarakat Hindu yaitu para Biksu dan Pendeta Brahmana yang mendidik cantrik dan calon pemimpin agama di mandala-mandala mereka.

Inilah salah satu taktik para wali yang cukup jitu, orang Budha dan Hindu yang mendirikan mandala-mandala untuk mendidik kader tidak dimusuhi secara frontal, melainkan beliau-beliau itu mendirikan pesantren yang menyerupai dengan mandala-mandala miliki kelompok Hindu dan Budha tersebut untuk menjaring umat. Dan ternyata karenanya sungguh memuaskan, dari pesantren Gresik kemudian muncul para mubaligh yang menyebar ke seluruh Nusantara. Tradisi pesantren tersebut berlangsung sampai dijaman sekarang. Dimana para ulama menggodok calon mubaligh dipesantren yang diasuhnya.

Bila orang bertanya suatu duduk kasus agama kepada ia maka ia tidak menjawab dengan berbelit-belit melainkan dijawabnya dengan gampang dan gamblang sesuai dengan pesan Nabi yang menganjurkan agama disiarkan dengan mudah, tidak dipersulit, umat harus dibentuk gembira, tidak ditakut-takuti. Pada suatu hari Syekh Maulana Malik Ibrahim ditanya wacana : Apakah yang dinamakan Allah itu ?

Beliau tidak menjawab bahwa Allah itu yakni Tuhan yang memberi pahala nirwana kepada hambaNya yang berbakti dan menyiksa sepedih-pedihnya bagi hamba yang membangkang kepadaNya. Jawabannya cukup singkat dan terperinci yaitu, “Allah yakni Zat yang dibutuhkan adaNya.” Dua tahun sudah Syekh Maulana Malik Ibrahim berdakwah di Gresik, ia tidak hanya membimbing umat untuk mengenal dan mendalami agama Islam, melainkan juga memberi pengarahan supaya tingkat kehidupan rakyat Gresik menjadi lebih baik. Beliau pula yang memiliki gagasan mengalirkan air dari gunung untuk mengairi lahan pertanian penduduk. Dengan adanya sistem pengairan yang baik ini lahan pertanian menjadi subur dan hasil panen bertambah banyak, para petani menjadi makmur dan mereka sanggup mengerjakan ibadah dengan tenang.

Andaikata Syekh Maulana Malik Ibrahim tidak ikut membenahi dan meningkatkan taraf hidup rakyat Gresik tentulah mereka sukar diajak beribadah dengan baik dan tenang. Sebagaimana sabda Nabi bahwa kefakiran menjurus pada kekafiran. Bagaimana mungkin sanggup beribadah dengan tenang kalau sehari-hari disibukkan dengan urusan sesuap nasi. Inilah resep yang harus ditiru.

 Tamu dari Negeri Carmain
Ada ganjalan di hari Syekh Maulana Malik Ibrahim, dia telah berhasil mengIslamkan sebagian besar rakyat Gresik. Yang mana ketika itu Gresik merupakan bab dari wilayah Majapahit. Kalau seluruh rakyat sudah memeluk Islam sementara Raja Brawijaya penguasa Majapahir masih beragama Hindu, apakah dibelakang hari tidak timbul ketegangan antara rakyat dengan rajanya.

Untuk menghindari hal itu maka Syekh Maulana Malik Ibrahim memiliki rencana mengajak Raja Brawijaya untuk masuk agama Islam. Hal itu diutarakan kepada sahabatnya yaitu Raja Carmain. Ternyata Raja Carmain juga memiliki maksud serupa. Sudah usang Raja Carmain ingin mengajak Prabu Brawijaya masuk agama Islam. Pada tahun 1321 M. Raja Carmain tiba ke Gresik disertai putrinya yang anggun rupawan. Putri Raja Carmain itu berjulukan Dewi Sari, tujuannya dalam misi tersebut yakni untuk memperlihatkan bimbingan kepada para putri istana Majapahit mengenal agama Islam.

Bersama Syekh Maulana Malik Ibrahim rombongan dari negeri Carmain itu menghadap Prabu Brawijaya. Usaha mereka ternyata gagal. Prabu Brawijaya bersikeras mempertahankan agama usang dengan ucapan diplomatis. Bahwa dia bersedia masuk Islalm bila Dewi Sari bersedia dipersuntingnya sebagai isteri. Dewi Sari menolak, tidak ada gunanya masuk Islam bila ditunggangi dengan kepentingan duniawi. Beragama menyerupai itu hanya akan merusak keagungan agama Islam. Rombongan dari negeri Carmain kemudian kembali ke Gresik. Mereka beristiharat di Leran sembari menunggu selesainya perbaikan kapal untuk berlayar pulang Sungguh sayang sekali, selama peristirahatan di Leran banyak anggota dari negeri Carmain yang diserang wabah penyakit. Banyak diantara mereka yang tewas, termasuk Dewi Sari.

Kabar maut Dewi Sari terdengar ke pendengaran Prabu Brawijaya, Raja yang memang tertarik dan merasa jatuh cinta kepada Dewi Sari itu kemudian menyempatkan diri beserta para punggawanya berkunjung ke Leran. Raja Brawijaya memerintahkan kepada para punggawanya untuk menggali kubur dan memakamkan Dewi Sari dengan upacara kebesaran. Setelah rombongan dari negeri Carmain itu meninggalkan pantai Leran Prabu Brawijaya menyerahkan seluruh tempat Gresik kepada Syekh Maulana Malik Ibrahim untuk diperintah sendiri dibawah kedaulatan Majapahit.

Penyerahan wilayah itu yakni siasat dari sang Raja supaya rakyat Gresik yang beragama Islam itu tidak memberontak kepada Rajanya yang masih beragama Hindu. Amanat Raja Majapahit itu diterima oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim dengan sukarela. Sesuai dengan pedoman Islam yang menganjurkan perdamaian walaupun dengan kafir zimmi yaitu orang-orang bukan muslim yang mau hidup berdampingan dengan kondusif dalam suatu negara.

Previous
Next Post »

Post a Comment