Mengenal dan Memahami Budaya Indonesia, upacara adat, pelet, wayang, mitos dan legenda, rumah adat, pakaian adat, Asal Usul Sejarah Borobudur, Nenek Moyang, Tari Rumah Adat, Hindu, Budha, Islam, Majapahit, Merah Delima, Pusaka, Pocong, Kuntilanak, Nyi Roro Kidul

Friday, November 16, 2018

Sejarah Kerajaan Majapahit

Scud Story yakni Portal Edukasi yang memuat artikel perihal Kisah Sejarah K Sejarah Kerajaan Majapahit
Scud Story yakni Portal Edukasi yang memuat artikel perihal Kisah Sejarah Kerajaan Majapahit, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah Nabi, Kumpulan Cerita Anak Indonesia, Cerita Lucu,Tips Belajar, Edukasi Anak Usia Dini, PAUD, dan Balita.

Kerajaan Singasari berada di bawah kekuasaan raja Jayakatwang dari Kadiri sehabis raja Sri Kĕrtānegara gugur. Salah satu keturunan penguasa Singhasāri, yaitu Raden Wijaya, kemudian berusaha merebut kembali kekuasaan nenek moyangnya. Ia yakni keturunan Ken Angrok, raja Singhasari pertama dan anak dari Dyah Lembu Tal. Ia juga dikenal dengan nama lain, yaitu Nararyya Sanggramawijaya. Menurut sumber sejarah, Raden Wijaya sebetulnya yakni mantu Kertanagara yang masih terhitung keponakan. Kitab Pararaton menyebutkan bahwa ia mengawini dua anak sang raja sekaligus, tetapi kitab Nāgarakertāgama menyebutkan bukannya dua melainkan keempat anak wanita Kěrtanāgara dinikahinya semua. Pada waktu Jayakatwang menyerang Singasari, Raden Wijaya diperintahkan untuk mempertahankan ibukota di arah utara. Kekalahan yang diderita Singhasāri mengakibatkan Raden Wijaya mencari proteksi ke sebuah desa berjulukan Kudadu, lelah dikejar-kejar musuh dengan sisa pasukan tinggal duabelas orang. Berkat pertolongan Kepala Desa Kudadu, rombongan Raden Wijaya sanggup menyeberang maritim ke Madura dan di sana memperoleh proteksi dari Aryya Wiraraja, seorang bupati di pulau ini. Berkat pinjaman Aryya Wiraraja, Raden Wijaya kemudian sanggup kembali ke Jawa dan diterima oleh raja Jayakatwang. Tidak usang kemudian ia diberi sebuah kawasan di hutan Těrik untuk dibuka menjadi desa, dengan dalih untuk mengantisipasi serangan musuh dari arah utara sungai Brantas. Berkat pinjaman Aryya Wiraraja ia kemudian mendirikan desa gres yang diberi nama Majapahit. Di desa inilah Raden Wijaya kemudian memimpin dan menghimpun kekuatan, khususnya rakyat yang loyal terhadap almarhum Kertanegara yang berasal dari kawasan Daha dan Tumapel. Aryya Wiraraja sendiri menyiapkan pasukannya di Madura untuk membantu Raden Wijaya bila saatnya diperlukan. Rupaya ia pun kurang menyukai raja Jayakatwang.

Tidak terduga sebelumnya bahwa pada tahun 1293 Jawa kedatangan pasukan dari Cina yang diutus oleh Kubhilai Khan untuk menghukum Singhasāri atas penghinaan yang pernah diterima utusannya pada tahun 1289. Pasukan berjumlah besar ini sehabis berhenti di Pulau Belitung untuk beberapa bulan dan kemudian memasuki Jawa melalui sungai Brantas eksklusif menuju ke Daha. Kedatangan ini diketahui oleh Raden Wijaya, ia meminta izin untuk bergabung dengan pasukan Cina yang diterima dengan sukacita. Serbuan ke Daha dilakukan dari darat maupun sungai yang berjalan sengit sepanjang pagi hingga siang hari. Gabungan pasukan Cina dan Raden Wijaya berhasil membinasakan 5.000 tentara Daha. Dengan kekuatan yang tinggal setengah, Jayakatwang mundur untuk berlindung di dalam benteng. Sore hari, menyadari bahwa ia mustahil mempertahankan lagi Daha, Jayakatwang keluar dari benteng dan menyerahkan diri untuk kemudian ditawan oleh pasukan Cina.

Dengan dikawal dua perwira dan 200 pasukan Cina, Raden Wijaya minta izin kembali ke Majapahit untuk menyiapkan upeti bagi kaisar Khubilai Khan. Namun dengan memakai tipu kebijaksanaan kancil kedua perwira dan para pengawalnya berhasil dibinasakan oleh Raden Wijaya. Bahkan ia berbalik memimpin pasukan Majapahit menyerbu pasukan Cina yang masih tersisa yang tidak menyadari bahwa Raden Wijaya akan bertindak demikian. Tiga ribu anggota pasukan kerajaan Yuan dari Cina ini sanggup dibinasakan oleh pasukan Majapahit, selebihnya melarikan dari keluar Jawa dengan meninggalkan banyak korban. Akhirnya impian Raden Wijaya untuk menjatuhkan Daha dan membalas sakit hatinya kepada Jayakatwang sanggup diwujudkan dengan memanfaatkan tentara asing. Ia kemudian memproklamasikan berdirinya sebuah kerajaan gres yang dinamakan Majapahit. Pada tahun 1215 Raden Wijaya dinobatkan sebagai raja pertama dengan gelar Śri Kĕrtarājasa Jayawardhana. Keempat anak Kertanegara dijadikan permaisuri dengan gelar Śri Parameśwari Dyah Dewi Tribhūwaneśwari, Śri Mahādewi Dyah Dewi Narendraduhitā, Śri Jayendradewi Dyah Dewi Prajnyāparamitā, dan Śri Rājendradewi Dyah Dewi Gayatri. Dari Tribhūwaneśwari ia memperoleh seorang anak laki berjulukan Jayanagara sebagai putera mahkota yang memerintah di Kadiri. Dari Gayatri ia memperoleh dua anak perempuan, Tribhūwanottunggadewi Jayawisnuwardhani yang berkedudukan di Jiwana (Kahuripan) dan Rājadewi Mahārājasa di Daha. Raden Wijaya masih menikah dengan seorang isteri lagi, kali ini berasal dari Jambi di Sumatera berjulukan Dara Petak dan mempunyai anak darinya yang diberi nama Kalagěmět. Seorang wanita lain yang juga tiba bersama Dara Petak yaitu Dara Jingga, diperisteri oleh kerabat raja bergelar ‘dewa’ dan mempunyai anak berjulukan Tuhan Janaka, yang dikemudian hari lebih dikenal sebagai Adhityawarman, raja kerajaan Malayu di Sumatera. Kedatangan kedua orang wanita dari Jambi ini yakni hasil diplomasi persahabatan yaang dilakukan oleh Kěrtanāgara kepada raja Malayu di Jambi untuk bahu-membahu membendung imbas Kubhilai Khan. Atas dasar rasa persahabatan inilah raja Malayu, Śrimat Tribhūwanarāja Mauliwarmadewa, mengirimkan dua kerabatnya untuk dinikahkan dengan raja Singhasāri. Dari catatan sejarah diketahui bahwa Dara Jingga tidak betah tinggal di Majapahit dan risikonya pulang kembali ke kampung halamannya.

Raden Wijaya wafat pada tahun 1309 digantikan oleh Jayanāgara. Seperti pada masa simpulan pemerintahan ayahnya, masa pemerintahan raja Jayanāgara banyak dirongrong oleh pemberontakan orang-orang yang sebelumnya membantu Raden Wijaya mendirikan kerajaan Majapahit. Perebutan imbas dan penghianatan mengakibatkan banyak jagoan yang berjasa besar risikonya dicap sebagai musuh kerajaan. Pada mulanya Jayanāgara juga terpengaruh oleh hasutan Mahāpati yang menjadi biang keladi perselisihan tersebut, namun kemudian ia menyadari kesalahan ini dan memerintahkan pengawalnya untuk menghukum mati orang kepercayaannya itu. Dalam situasi yang demikian muncul seorang prajurit yang cerdas dan gagah berani berjulukan Gajah Mada. Ia muncul sebagai tokoh yang berhasil mamadamkan pemberontakan Kuti, padahal kedudukannya pada waktu itu hanya berstatus sebagai pengawal raja (běkěl bhayangkāri). Kemahirannya mengatur siasat dan berdiplomasi dikemudian hari akan membawa Gajah Mada pada posisi yang sangat tinggi di jajaran pemerintahan kerajaan Majapahit, yaitu sebagai Mahamantri kerajaan.

Pada masa Jayanāgara kekerabatan dengan Cina kembali pulih. Perdagangan antara kedua negara meningkat dan banyak orang Cina yang menetap di Majapahit. Jayanāgara memerintah sekitar 11 tahun, pada tahun 1328 ia dibunuh oleh tabibnya yang berjulukan Tanca lantaran berbuat serong dengan isterinya. Tanca kemudian dieksekusi mati oleh Gajah Mada.

Karena tidak mempunyai putera, tampuk pimpinan Majapahit risikonya diambil alih oleh adik wanita Jayanāgara berjulukan Jayawisnuwarddhani, atau dikenal sebagai Bhre Kahuripan sesuai dengan wilayah yang diperintah olehnya sebelum menjadi ratu. Namun pemberontakan di dalam negeri yang terus berlangsung mengakibatkan Majapahit selalu dalam keadaan berperang. Salah satunya yakni pemberontakan Sadĕng dan Keta tahun 1331 memunculkan kembali nama Gajah Mada ke permukaan. Keduanya sanggup dipadamkan dengan kemenangan mutlak pada pihak Majapahit. Setelah persitiwa ini, Mahapatih Gajah Mada mengucapkan sumpahnya yang terkenal, bahwa ia tidak akan amukti palapa sebelum menundukkan daerah-daerah di Nusantara, menyerupai Gurun (di Kalimantan), Seran (?), Tanjungpura (Kalimantan), Haru (Maluku?), Pahang (Malaysia), Dompo (Sumbawa), Bali, Sunda (Jawa Barat), Palembang (Sumatera), dan Tumasik (Singapura). Untuk menandakan sumpahnya, pada tahun 1343 Bali berhasil ia ditundukan.

Ratu Jayawisnuwaddhani memerintah cukup lama, 22 tahun sebelum mengundurkan diri dan digantikan oleh anaknya yang berjulukan Hayam wuruk dari perkawinannya dengan Cakradhara, penguasa wilayah Singhāsari. Hayam Wuruk dinobatkan sebagai raja tahun 1350 dengan gelar Śri Rajasanāgara. Gajah Mada tetap mengabdi sebagai Patih Hamangkubhūmi (mahāpatih) yang sudah diperolehnya ketika mengabdi kepada ibunda sang raja. Di masa pemerintahan Hayam Wuruk inilah Majapahit mencapai puncak kebesarannya. Ambisi Gajah Mada untuk menundukkan nusantara mencapai hasilnya di masa ini sehingga imbas kekuasaan Majapahit dirasakan hingga ke Semenanjung Malaysia, Sumatera, Kalimantan, Maluku, hingga Papua. Tetapi Jawa Barat gres sanggup ditaklukkan pada tahun 1357 melalui sebuah peperangan yang dikenal dengan tragedi Bubat, yaitu ketika rencana ijab kabul antara Dyah Pitalokā, puteri raja Pajajaran, dengan Hayam Wuruk menjelma peperangan terbuka di lapangan Bubat, yaitu sebuah lapangan di ibukota kerajaan yang menjadi lokasi perkemahan rombongan kerajaan tersebut. Akibat peperangan itu Dyah Pitalokā bunuh diri yang mengakibatkan perkawinan politik dua kerajaan di Pulau Jawa ini gagal. Dalam kitab Pararaton disebutkan bahwa sehabis tragedi itu Hayam Wuruk menyelenggarakan upacara besar untuk menghormati orang-orang Sunda yang tewas dalam tragedi tersebut. Perlu dicatat bawa pada waktu yang bersamaan sebetulnya kerajaan Majapahit juga tengah melaksanakan eskpedisi ke Dompo (Padompo) dipimpin oleh seorang petinggi berjulukan Nala.

Setelah tragedi Bubat, Mahāpatih Gajah Mada mengundurkan diri dari jabatannya lantaran usia lanjut, sedangkan Hayam Wuruk risikonya menikah dengan sepupunya sendiri berjulukan Pāduka Śori, anak dari Bhre Wĕngkĕr yang masih terhitung bibinya.

Di bawah kekuasaan Hayam Wuruk kerajaan Majapahit menjadi sebuah kerajaan besar yang kuat, baik di bidang ekonomi maupun politik. Hayam Wuruk memerintahkan pembuatan bendungan-bendungan dan saluran-saluran air untuk kepentingan irigasi dan mengendalikan banjir. Sejumlah pelabuhan sungai pun dibentuk untuk memudahkan transportasi dan bongkar muat barang. Empat belas tahun sehabis ia memerintah, Mahāpatih Gajah Mada meninggal dunia di tahun 1364. Jabatan patih Hamangkubhūmi tidak terisi selama tiga tahun sebelum risikonya Gajah Enggon ditunjuk Hayam Wuruk mengisi jabatan itu. Sayangnya tidak banyak informasi perihal Gajah Enggon di dalam prasasti atau pun naskah-naskah masa Majapahit yang sanggup mengungkap sepak terjangnya.

Raja Hayam Wuruk wafat tahun 1389. Menantu yang sekaligus merupakan keponakannya sendiri yang berjulukan Wikramawarddhana naik tahta sebagai raja, justru bukan Kusumawarddhani yang merupakan garis keturunan eksklusif dari Hayam Wuruk. Ia memerintah selama duabelas tahun sebelum mengundurkan diri sebagai pendeta. Sebelum turun tahta ia menujuk puterinya, Suhita menjadi ratu. Hal ini tidak disetujui oleh Bhre Wirabhūmi, anak Hayam Wuruk dari seorang selir yang menghendaki tahta itu dari keponakannya. Perebutan kekuasaan ini membuahkan sebuah perang saudara yang dikenal dengan Perang Parěgrěg. Bhre Wirabhumi yang semula memperoleh kemenanggan risikonya harus melarikan diri sehabis Bhre Tumapĕl ikut campur membantu pihak Suhita. Bhre Wirabhūmi kalah bahkan risikonya terbunuh oleh Raden Gajah. Perselisihan keluarga ini membawa dendam yang tidak berkesudahan. Beberapa tahun sehabis terbunuhnya Bhre Wirabhūmi sekarang giliran Raden Gajah yang dieksekusi mati lantaran dianggap bersalah membunuh darah biru tersebut.

Suhita wafat tahun 1477, dan lantaran tidak mempunyai anak maka kedudukannya digantikan oleh adiknya, Bhre Tumapĕl Dyah Kĕrtawijaya. Tidak usang ia memerintah digantikan oleh Bhre Pamotan bergelar Śri Rājasawardhana yang juga hanya tiga tahun memegang tampuk pemerintahan. Bahkan antara tahun 1453-1456 kerajaan Majapahit tidak mempunyai seorang raja pun lantaran kontradiksi di dalam keluarga yang semakin meruncing. Situasi sedikit mereda ketika Dyah Suryawikrama Giriśawardhana naik tahta. Ia pun tidak usang memegang kendali kerajaan lantaran sehabis itu kudeta kembali berkecambuk. Demikianlah kekuasaan silih berganti beberapa kali dari tahun 1466 hingga menjelang tahun 1500. Berita-berita Cina, Italia, dan Portugis masih menyebutkan nama Majapahit di tahun 1499 tanpa menyebutkan nama rajanya. Semakin meluasnya imbas kerajaan kecil Demak di pesisir utara Jawa yang menganut agama Islam, merupakan salah satu penyebab runtuhnya kerajaan Majapahit. Tahun 1522 Majapahit tidak lagi disebut sebagai sebuah kerajaan melainkan hanya sebuah kota. Pemerintahan di Pulau Jawa telah beralih ke Demak di bawah kekuasaan Adipati Unus, anak Raden Patah, pendiri kerajaan Demak yang masih keturunan Bhre Kertabhūmi. Ia menghancurkan Majapahit lantaran ingin membalas sakit hati neneknya yang pernah dikalahkan raja Girindrawarddhana Dyah Ranawijaya. Demikianlah maka pada tahun 1478 hancurlah Majapahit sebagai sebuah kerajaan penguasa nusantara dan berubah satusnya sebagai kawasan taklukan raja Demak. Berakhir pula rangkaian penguasaan raja-raja Hindu di Jawa Timur yang dimulai oleh Ken Arok ketika mendirikan kerajaan Singasari, digantikan oleh sebuah bentuk kerajaan gres bercorak agama Islam. Pertikaian keluarga dan dendam yang berkelanjutan mengakibatkan ambruknya kerajaan ini, bukan disebabkan oleh serbuan dari bangsa lain yang menduduki Pulau Jawa.

Scud Story memuat dengan lengkap unsur-unsur dan kaidah baku dalam menyajikan kisah dan dongeng, mencakup unsur Intrinsik Cerita Dongeng yaitu mencakup Tema Cerita Dongeng, Amanat/Pesan Moral Cerita Dongeng, Alur Cerita/Plot Cerita Dongeng, Perwatakan/Penokohan Cerita Dongeng, Latar/Setting Cerita Dongeng, serta Sudut pandang Cerita Dongeng. dan kadang disertai  unsur Ekstrinsik Cerita atau Dongeng.


Previous
Next Post »

Post a Comment