Mengenal dan Memahami Budaya Indonesia, upacara adat, pelet, wayang, mitos dan legenda, rumah adat, pakaian adat, Asal Usul Sejarah Borobudur, Nenek Moyang, Tari Rumah Adat, Hindu, Budha, Islam, Majapahit, Merah Delima, Pusaka, Pocong, Kuntilanak, Nyi Roro Kidul

Friday, September 7, 2012

Ritual Pendem Wedus Kendit Di Dataran Tinggi Dieng


Bulan Syura merupakan bulan yang penting bagi warga etika di Dataran Tinggi Dieng. Paa bulan ini di dataran Tinggi Dieng digelar sejumlah tradisi yang diantaranya yaitu ritual menanam kepala dan kaki kambing sampai kirab keliling kampung selama tujuh hari tiap malam jum’at. Bagaimana dan menyerupai apa prosesi tersebut berlangsung, itulah yang akan paparkan dalam postingan kali ini. Selamat menyimak…

Diawali dengan mencari kambing dengan ciri-ciri tertentu, warga etika di Dataran Tinggi Dieng bersiap untuk menggelar prosesi upacara yang rutin dilaksanakan di bulan Syura yakni ritual pendem kepala dan kaki kambing. Kambing yang dipakai untuk ritual ini memang harus kambing khusus yaitu kambing yang mempunyai warna bulu hitam dengan bulu bergaris putih melintang di tubuhnya yang oleh masyarakat setempat disebut sebagai wedus kendit. Setelah ciri-ciri kambing menyerupai di atas ditemukan maka, barulah kemudian hari di mana ritual tersebut ditentukan.

Ritual penguburan kambing kendit sendiri merupakan puncak dari ritual yang dilakukan sebelumnya yaitu berkeliling kampung selama 7 kali tiap malam jum’at oleh warga dari jam 11.00 sampai jam 01.00 pagi. Acara ini dimaknai selain menajaga keamanan lingkungan juga untuk menolak bendu (bencana). Setelah genap tujuh jum’at maka barulah kemudian ditentukan hari dimana akan dilaksanakannya ritual penguburan kepala dan kaki kambing kendit. Ketika hari itu tiba maka semenjak pagi hari, diantara kabut tebal dan udara hirau taacuh yang menusuk sumsum semua warga keluar dari rumah masing-masing dengan membawa nasi tumpeng, golongan, jajanan pasar, serta ingkung (daging ayam) menuju sebuah panggung yang bangkit di halaman salah satu sesepuh Desa dimana upacara etika tersebut akan dilaksanakan. Selain beberapa masakan tradisional selaku komplemen upacara, dibawa serta pula kambing dengan ciri-ciri yang disebutkan di atas sebagai binatang yang akan dijadikan tumbal dalam perayaan ritual syura ini. Setelah semua warga berkumpul dari kalangan anak-anak, muda, bau tanah serta banyak sekali kelompok kesenian khas desa tersebut menyerupai Tari tradisional Rampak Yakso, Rudad sampai rebana maka ritual ini pun siap untuk dilaksanakan. Sesaji untuk keperluan upacara dibariskan di atas meja sempurna di depan arena ritual. Setelah semua sesaji tertata rapi, maka dengan dipimpin oleh beberapa sesepuh desa, kambing yang dimaksud pun kemudian disembelih.

Setelah mati, kambing pun kemudian dipotong leher dan keempat kakinya kemudian dibungkus dengan kain kafan secara terpisah, sementara tubuhnya kemudian diolah oleh para ibu untuk nantinya dihidangkan pada makan bersama. Oleh ratusan warga, kepala dan keempat kaki kambing tersebut diusung keliling kampung. Untuk kepala kambing dikuburkan ditengah-tengah Desa pemukiman warga tersebut. Setelah itu dilakukan doa dipimpin oleh beberapa sesepuh desa. Sedangkan keempat kaki kambing dalam mengubur ditempat yang berbeda tepatnya disudut-sudut wilayah desa tersebut.

Makna dari penguburan kepala kambing ini konon yaitu bahwa dengan dikuburkannya kepala kambing di tengah-tengah pemukiman diperlukan nantinya tidak ada lagi rasa permusuhan dan arogan di antara warga. Sedangkan makna simbolis daripada pemguburan kaki kambing itu sendiri yaitu untuk menjaga segala mentuk petaka yang akan mendatangi warga desa tersebut. Selain itu dimaknai juga sebagai cara untuk menjaga kerukunan warga, supaya tidak saling langgar dan selalu dalam keterntaraman.

Previous
Next Post »

Post a Comment