Mengenal dan Memahami Budaya Indonesia, upacara adat, pelet, wayang, mitos dan legenda, rumah adat, pakaian adat, Asal Usul Sejarah Borobudur, Nenek Moyang, Tari Rumah Adat, Hindu, Budha, Islam, Majapahit, Merah Delima, Pusaka, Pocong, Kuntilanak, Nyi Roro Kidul

Wednesday, June 26, 2013

Cerita Wanita (Bundo Kanduang), Dalam Kaba Cindua Mato

Cerita Perempuan (Bundo Kanduang), Dalam Kaba Cindua Mato



Oleh : Edwar Jamaris (Pusat Bahasa Jakarta)

1. Pendahuluan
Kaba Cindua Mato (KCM) yaitu karya sastra Minangkabau yang popular, populer dalam masyarakat Minangkabau. Sebagai karya sastra yang popular, KCM ini terdapat dalam naskah yang tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden (van Ronkel, 1921) dan di Perpustakaan Nasional, Jakarta (Juynboll, 1899 dan Sutaarga, 1972) dan diterbitkan dalam beberapa edisi, di antaranya, edisi van der Toorn (1886), Gurun (1904), Saripado (1930), Madjoindo (1964), Endah (1967), Singgih (1972), dan Penghulu (1980); serta pernah digubah dalam bentuk naskah sandiwara oleh Moeis (1924), Penghulu (1955), dan Hadi (1977 dan dalam Esten, 1992).

KCM ini juga telah dibicarakan oleh para ahli, di antaranya oleh Abdullah (1970) berjudul, “Some Notes on the Kaba Cindua Mato: an Example of Minangkabau Traditional Literature”; Esten (1992) membicarakan KCM ini perihal tradisi dan modernitas dalam sandiwara Cindua Mato dalam hubungannya dengan mitos Minangkabau, dan Djamaris (1995) melaksanakan penelitian perbandingan kepahlawanan Hang Tuah dengan Cindua Mato.

Sesuai dengan judulnya, karya sastra ini tergolong kaba, dongeng prosa berirama yang panjang. KCM ini tergolong sastra pahlawan, sastra epos, atau wiracerita, dongeng yang mengisahkan usaha seorang tokoh dongeng untuk mencapai tujuan yang terpuji, membela negeri atau kerajaan Minangkabau.

Dalam KCM ini yang menjadi tokoh jagoan yaitu Cindua Mato, seorang hamba, pembantu utama Kerajaan Pagaruyung, alam Minangkabau.

Kerajaan Pagaruyung yang diperintah oleh seorang ratu yang disebut Bundo Kanduang dan putra mahkotanya, putra Bundo Kanduang, yaitu Dang Tuanku.
Bundo Kanduang sebagai ratu, Dang Tuanku sebagai putra mahkota, dan Cindua Mato sebagai pembantu utama yaitu tokoh sentral dalam KCM ini, tokoh yang banyak berperan dalam cerita.

KCM ini mengisahkan kebesaran dan keagungan Kerajaan Pagaruyung, Minangkabau. Tema pokok, tujuan usaha Cindua Mato yaitu mengagungkan Ratu Kerajaan Pagaruyung. Tokoh yang ditonjolkan yaitu Bundo Kanduang sebagai ratu dan Dang Tuanku sebagai raja alam Minangkabau, sedangkan Cindua Mato merupakan tokoh yang berfungsi mengukuhkan kebesaran dan keagungan Ratu dan Raja Minangkabau dengan cara membasmi kezaliman dan menegakkan kebenaran. Tema KCM ini yaitu Ratu dan Raja Minangkabau yaitu Ratu dan Raja yang besar dan agung.

Kerajaan yang besar dan agung mustahil dikalahkan dengan kebohongan dan tipu daya. Raja yang zalim akan celaka, kejahatan akan dibalas dengan kejahatan, tipu daya dibalas dengan tipu daya. Amanat dongeng ini adalah, jangan suka menodai, membohongi, dan menipu raja yang baik. Tokoh perempuan, Bundo Kanduang, sangat menonjol dalam KCM ini. Sebagaimana sudah umum diketahui dalam masyarakat Minangkabau, wanita sangat dihargai dan dimuliakan. Perempuan disebut dengan istilah Bundo Kanduang dan pria disebut niniak mamak. Garis keturunan dalam masyarakat Minangkabau yaitu garis keturunan matrilineal, garis keturunan menurut garis ibu. Harta pusaka, menyerupai rumah, sawah ladang diwariskan kepada kemenakan perempuan.

Dalam KCM ini, kita akan mengetahui bagaimana gambaran perempuan, apakah sesuai dengan kedudukannya dalam etika Minangkabau itu yang sangat dimuliakan. Berikut ini akan dibicarakan gambaran wanita (Bundo Kanduang) dalam KCM ini.2) Citra Perempuan (Bundo Kanduang) dalam KCM, Bundo Kanduang diceritakan yaitu ratu Kerajaan Pagaruyung, Minangkabau, ratu yang besar dan agung. Keagungannya diketahui dari awal cerita. Ia menjadi raja dengan sendirinya sama terjadinya dengan alam Minangkabau. Karena ia bukan insan biasa, tidak diceritakan bagaimana asal-usulnya, siapa ayahnya dan siapa ibunya.

Kebesarannya sama, bahkan lebih dari Raja Rum dan Raja Cina. Dia seketurunan dengan Raja Rum dan Raja Cina itu. Raja Rum dan Raja Cina pernah melamarnya. Lamaran itu disetujui, tetapi sebelum perkawinan dilaksanakan, raja-raja besar itu sudah meninggal alasannya yaitu tidak sanggup mengimbangi kesaktian dan kebesaran Bundo Kanduang (Panghulu, 1980:161). Keagungannya juga terungkap melalui perlengkapan istana yang dimilikinya antara lain mahkota Kulah Kamar, kain Sang Seto Sigundam-Gundam, keris Curik si Mundam Giri (Panghulu, 1980:129).

Ia orang yang sakti. Ia mengalami hal-hal yang bersifat supernatural. Ia tidak mempunyai suami, tetapi ia hamil sesudah diberi tahu oleh seorang Wali Allah melalui mimpi bahwa ia sedang mengandung seorang anak yang kelak menjadi raja Minangkabau. Ia disuruh minum air kelapa nyiur gading yang sakti. Setelah meminum air kelapa gading itu ia hamil dan kemudian lahirlah anaknya Sutan Rumandung yang bergelar Dang Tuanku, yang kelak menjadi Raja Alam Minangkabau, Daulat yang Dipertuan.

Bundo Kanduang diceritakan sebagai tokoh yang pintar, cerdas, berilmu bijaksana. Sebagai orang yang cerdas dan pintar, ia mengajar anaknya Dang Tuanku dan mengajari Cindua Mato dalam segala hal, antara lain, perihal etika istiadat, sopan santun dalam masyarakat, dan cara-cara memerintah (Panghulu, 1980: 131, 161-162).

Sebagai orang yang demokratis,, arif, dan bijaksana, ia tidak memutuskan sendiri segala masalah. Ia mengatur dan memberi kiprah orang sesuai dengan jabatan dan keahliannya. Dalam pemerintahan ia dibantu oleh beberapa forum yang menjadi sarana kelengkapan pemerintahan yaitu forum Rajo Duo Selo (Rajo Adat di Buo dan Rajo Ibadat (agama) di Sumpu Kuduih) dan Lembaga Basa Ampek Balai (Dewan Empat Menteri) yaitu Bandaharo di Sungai Tarab, Tuan Kadi di Padang Gantiang, Makhudum di Sumanik, Indomo di Saruaso (Panghulu, 1980:131).

Pengambilan keputusan tidak dilakukannya sendiri, tetapi selalu dibawanya bermusyawarah. Ia selalu berunding dengan pembantu-pembantunya. Keputusan yang telah diambil dalam musyawarah diikutinya walaupun bertentangan dengan keinginannya. Kebijaksanaan Bundo Kanduang terungkap dikala dalam sidang bersama dengan Basa Empek Balai, duduk kasus Cindua Mato yang membawa Puti Bungsu dari negeri Sikalawi ke Pagaruyung diserahkan keputusannya kepada Bundo Kanduang, ia menolak secara bijaksana sebagai berikut.

“Manjawab Dang Tuanku, “Ampun sayo Bundo Kanduang-kicuah-kicang suara salahnyo-putuihkan malah aturan nangko.”

Manitah pulo Bundo Kanduang, “Indak denai mamagang adat-indak denai mamagang limbago-hukum syarak jauah sakali-adat pagangan Bandaharo-syarak pagangan Tuan Kadi-bicaro pulang kepadonyo-ikolah samo bahadapan.” (Panghulu, 1980:245).

Terjemahannya :
‘Menjawab Dang Tuanku, “Maafkan saya Bundo Kanduang-tipu tipu daya macam salahnya-putuskanlah eksekusi ini.”

Menitah pula Bundo Kanduang, “Bukan saya jago adat-bukan saya jago lembaga-hukum agama jauh sekali-adat dikuasai Bandaharo-syarak dikuasai Tuan Kadi-keputusan dikembalikan kepadanya-sekarang sudah berhadapan.”

Sebagai seorang ratu yang berilmu bijaksana, ia secara diplomatis memberi petunjuk kepada Basa Ampek Balai bagaimana cara menyambut kedatangan Imbang Jayo, raja Sungai Ngiang, yang sangat murka menuntut Cindua Mato yang telah melarikan Puti Bungsu, sebagaimana terungkap pada kutipan berikut.

Baruari Bundo Kanduang-manitah ka Basa Ampek Balai, “Jikok tiba Imbang Jayo-jan disonsong dengan karih-songsong jo siriah dangan pinang-sonsong jo jamba jo hidangan-lawan jo adaik jo limbago-lawan jo sudi jo siasaik-apo dijapuik diantakan-ingek-ingek tantang itu.” (Panghulu, 1980:262)

Terjemahannya
Adapun Bundo Kanduang-menitah kepada Dewan Empat menteri, “Jika tiba Imbang Jayo-jangan disambut dengan keris-sambutlah dengan sirih dan pinang-sambut dengan makanan dan minuman-ajak dengan etika istri-adat-ajak dengan siasat-apa dijemput diantarkan-ingat-ingat perihal hal itu.”

Demikianlah kebesaran dan keagungan Bundo Kanduang. Dari uraian di atas sanggup disimpulkan gambaran Bundo Kanduang sebagai pemimpin di Kerajaan Pagaruyung, Minangkabau. Ia yaitu Ratu Agung yang mempunyai sifat-sifat luar biasa; ia seketurunan dengan raja besar di dunia, yaitu Raja Rum dan Raja Cina, ia mempunyai benda-benda yang istimewa, menyerupai mahkota Kulak Kamar, Kain Sang Seto, dan keris Curak si Pundan Giri; ia yaitu seorang yang sakti sesudah meminum air kelapa gading yang sakti. Ia pintar, cerdas, berilmu bijaksana, dan demokratis.(Edwar Djamaris, dari Pusat Bahasa, Jakarta)

Previous
Next Post »

Post a Comment