Mengenal dan Memahami Budaya Indonesia, upacara adat, pelet, wayang, mitos dan legenda, rumah adat, pakaian adat, Asal Usul Sejarah Borobudur, Nenek Moyang, Tari Rumah Adat, Hindu, Budha, Islam, Majapahit, Merah Delima, Pusaka, Pocong, Kuntilanak, Nyi Roro Kidul

Tuesday, August 6, 2013

Kuda Lumping; Kesenian Bertabur Mistik

Kuda lumping, bila kita mendengar dua kata ini niscaya asosiasi kita pribadi tertuju pada salah satu kesenian tradisional yang sangat kental dengan suasana mistik. Dan memang secara garis besar kesenian kuda lumping yang sudah ada semenjak dulu dan tidak diketahui siapa penggagas pertamanya ini berisiskan atraksi mendebarkan ibarat makan beling, makan arang, dan sebagainya yang dilakukan oleh sang penari kuda lumping.

Nama kuda lumping sendiri kemungkinan besar didapat dari kekhasan para penarinya yang selalu menunggangi kuda bohongan yang terbuat dari lumping (kulit binatang) dalam setiap aksinya. Dalam tiap pertunjukkan para penari kuda lumping yang pada awal kemunculannya selalu diperankan oleh belum dewasa sampaumur putri (kini seiring perkembangan zaman para penari kuda lumping umumnya digantikan oleh para sampaumur putra dan kalaupun tetap menyertakan penari putri itu hanya semata-mata sebagai hiasan saja alasannya yaitu tak lagi ikut melaksanakan aksi-aksi yang mendebarkan ibarat makan beling, sabut kelapa, dll) dengan iringan gamelan ibarat gong, kenong, kendang dan slompret mereka menari-nari hingga kemudian sang pawang melecutkan pecutan (cambuk) hingga terdengar bunyi yang sangat keras.

Pada ketika penari kuda lumping yang sedang menari ini begitu mendengar bunyi lecutan yang sangat keras tiba-tiba saja mereka menjadi trance kolam orang kesurupan. Konon bunyi lecutan dari sang pawang yang sebelumnya merapal mantra-mantra inilah yang menyebabkan pemain kuda lumping kehilangan kesadarannya dan masuknya kekuatan gaib ke dalam badan mereka. 

Dengan menaiki kuda dari lumping hewan tersebut, penunggang kuda yang pergelangan kakinya diberi kerincingan ini pun mulai berjingkrak-jingkrak, melompat-lompat hingga berguling-guling di tanah. Selain melompat-lompat, penari kuda lumping pun melaksanakan atraksi lainnya, ibarat memakan kaca dan mengupas sabut kelapa dengan giginya. Beling (kaca) yang dimakan yaitu bohlam lampu yang biasa sebagai penerang rumah kita. Lahapnya ia memakan kaca ibarat layaknya orang kelaparan, tidak meringis kesakitan dan tidak ada darah pada ketika ia menyantap beling-beling tersebut.

Dari hampir sepanjang pertunjukan kuda lumping ini bunyi lecutan dari cambuk sang pawang maupun dari para penari kuda lumping sendiri tak henti-hentinya berbunyi. Konon setiap lecutan yang mengenai kaki atau bab badan lainnya dari sang penari akan membuatnya semakin perkasa dan dan digdaya. Maka dari itu para penari kuda lumping ini acap kali dengan sengaja melecutkan cambuknya semoga mengenai kaki untuk mendapat efek magis itu. 

Begitu semua permainan telah dimainkan dan sang penari sudah terlihat lelah, maka sang pawang pun akan maju ke arena pertunjukan untuk mendatangi para pemain kuda lumping. Dan dengan mantra tertentu sang pawang pun mengusap wajah penari kuda lumping satu-persatu untuk mengembalikan kesadaran mereka. 

Maka begitu kesadaran sang penari semuanya telah pulih dan kembali ibarat semula pertunjukan kuda lumping pun usai. Tinggalah sekarang sang pawang meneliti satu persatu para pemainnya kalau-kalau ada di antara mereka yang terluka ketika mereka memainkan atraksi berbahaya tadi.

Previous
Next Post »

Post a Comment