Mengenal dan Memahami Budaya Indonesia, upacara adat, pelet, wayang, mitos dan legenda, rumah adat, pakaian adat, Asal Usul Sejarah Borobudur, Nenek Moyang, Tari Rumah Adat, Hindu, Budha, Islam, Majapahit, Merah Delima, Pusaka, Pocong, Kuntilanak, Nyi Roro Kidul

Tuesday, August 6, 2013

Tradisi Lompat Kerikil Nias

Tradisi melompat kerikil atau yang biasa disebut oleh orang Nias sebagai fahombo kerikil yaitu pada mulanya dilakukan oleh seorang cowok Nias untuk mengambarkan bahwa cowok yang bersangkutan sudah dianggap cukup umur dan matang secara fisik. Lebih jauh dari itu bila sang cowok bisa melompati kerikil yang disusun hingga mencapai ketinggian 2 m dengan ketebalan 40 cm dengan tepat maka itu artinya sang cowok kelak akan menjadi cowok pembela kampungnya samu’i mbanua atau la’imba hor, kalau ada konflik dengan warga desa lain. 

Tapi satu hal yang perlu diketahui bahwa tradisi lompat kerikil ini tidak terdapat di semua wilayah Nias dan hanya terdapat pada kampung-kampung tertentu saja menyerupai di wilayah Teluk Dalam. Dan satu hal lagi, tradisi ini hanya boleh diikuti oleh kaum pria saja, dan sama sekali tak memperbolehkan kaum wanita untuk mencobanya mengingat lompat kerikil merupakan ajang ketangkasan yang nantinya bila berhasil melompat dengan tepat yang bersangkutan akan didampuk menjadi pembela kampungnya saat ada perselisihan dengan kampung lain. 

Oleh karena begitu prestisiusnya kemampuan lompat kerikil ini, maka sang cowok yang telah berhasil menaklukan kerikil ini pada kali pertama bukan saja akan menjadi pujian dirinya sendiri tapi juga bagi keluarganya. Bagi keluarga sang cowok yang gres pertama kali bisa melompati kerikil setinggi 2 meter ini biasanya akan menyembelih beberapa ekor ternak sebagai wujud syukuran atas keberhasilan anaknya.

Penampakan tinggi kerikil yang jauh di atas tinggi cowok dewasa

Karena suatu kebanggaan, maka setiap cowok tidak mau kalah dengan yang lain. Sejak umur sekitar 7-12 tahun atau sesuai dengan pertumbuhan seseorang, bawah umur pria biasanya bermain dengan melompat tali. Mereka menancapkan dua tiang sebelah menyebelah, menciptakan kerikil tumpuan, kemudian melompatinya. Dari yang rendah, dan lama-lama ditinggikan. Ada juga dengan tunjangan dua orang teman yang memegang masing-masing ujung tali, dan yang lain melompatinya secara bergilir. Mereka bermain dengan semangat kebersamaan dan perjuangan. 

Uniknya, konon meski sudah latihan keras tidak semua cowok kesudahannya berhasil melewati undukan kerikil bersusun itu, bahkan tak jarang dari mereka ada yang hingga patah tulang karena tersangkut saat mencoba melewati kerikil tersebut. Tapi tak jarang pula ada cowok yang hanya berlati sekali dua tapi eksklusif bisa melewati kerikil tersebut. Menurut doktrin setempat hal ini dipengaruhi oleh faktor genetika. Jika ayahnya atau kakeknya seorang pemberani dan pelompat batu, maka diantara para putranya niscaya ada yang sanggup melompat batu. Kalau ayahnya dahulu yaitu seorang pelompat kerikil semasih muda, maka anak-anaknya niscaya sanggup melompat walaupun latihannya sedikit. Bahkan ada yang hanya mencoba satu-dua kali, lalu, bisa melompat dengan tepat tanpa latihan dan pemanasan tubuh.

Kemampuan dan ketangkasan melompat kerikil juga dihubungkan dengan doktrin lama. Seseorang yang gres mencar ilmu melompat batu, ia terlebih dahulu memohon restu dan meniati roh-roh para pelompat kerikil yang telah meninggal. Ia musti memohon izin kepada arwah para leluhur yang sering melompati kerikil tersebut. Tujuanya untuk menghindari kecelakaan atau tragedi bagi para pelompat saat sedang mengudara, kemudian menjatuhkan diri ke tanah. Sebab banyak juga pelompat yang gagal dan menerima kecelakaan.

Lantas kenapa para cowok yang bisa melompat kerikil kemudian akan menjadi ksatria dikampungnya? Itu karena saat terjadi peperangan antar kampung maka para prajurit yang menyerang harus memiliki keahlian melompat untuk menyelamatkan diri mengingat setiap kampung di wilayah Teluk Dalam rata-rata dikelilingi oleh pagar dan benteng desa. Maka dari itu saat tradisi berburu kepala orang atau dalam sebutan mereka mangaih’g dijalankan sang pemburu kepala insan saat dikejar atau melarikan diri, mereka harus bisa melompat pagar atau benteng desa target yang telah dibangun dari kerikil atau bambu atau dari pohon tali’anu supaya tidak terperangkap di kawasan musuh.Itu juga sebabnya desa-desa didirikan di atas bukit atau gunung hili supaya musuh tidak simpel masuk dan tidak cepat melarikan diri.

Dan bagi cowok yang sanggup selamat dari perangkap musuh itulah yang kemudian akan pulang ke kampungnya dengan segala kehormatan dan dielu-elukan sebagai pahlawan.

Previous
Next Post »

Post a Comment