Mengenal dan Memahami Budaya Indonesia, upacara adat, pelet, wayang, mitos dan legenda, rumah adat, pakaian adat, Asal Usul Sejarah Borobudur, Nenek Moyang, Tari Rumah Adat, Hindu, Budha, Islam, Majapahit, Merah Delima, Pusaka, Pocong, Kuntilanak, Nyi Roro Kidul

Wednesday, June 4, 2014

Menelaah Dongeng Arjuna Mintarogo

Arjuna Mintarogo merupakan sebuah lakon yang sering dipertunjukan, hasil gubahan dari kakawin Arjuna Wiwaha yang dikerjakan oleh seorang Sunan Surakarta pada kurun XIX yaitu Paku Buwono III. 

Meskipun lakon ini hanya sebuah hasil gubahan dari kakawin Arjuna Wiwaha, tapi bukan berarti naskah keduanya jadi sama persis. Dalam gubahan ini Paku Buwono telah bertindak cukup bebas terhadap naskah aslinya, tidak hanya dalam bahasa pilihan kata-kata, melainkan juga mengenai isinya.

Memang, Mintarogo menyajikan kisah yang sama secara garis besar mirip Arjuna Wiwaha, namun lakon ini menjadi menarik ialah sebab baik secara linguistik maupun beberapa pecahan jalan kisah yang sedikit membengkok, menciptakan naskah ini berdasarkan beberapa pemerhati dapat dikatakan sebagai naskah asli. Kalau dibandingkan dengan naskah yang asli, maka lakon Mintarogo memperlihatkan suatu kiblat rohani yang demikian jelas, sehingga tokoh utama, Arjuna, kehilangan namanya dan hanya disebut berdasarkan aktifitasnya, yaitu “Mintarogo”, yang berarti: Badan yang Berdoa.

Khusus Mintarogo ini menjadi tokoh populer di semua lapisan masyarakat Solo. Dalam ajaran-ajaran kebatinan (juga dalam Pangestu) Mintarogo disebut sebagai contoh insan yang sempurna.

Kadang-kadang nama Arjuna memang masih disebut, tetapi tidak sebagai seorang tokoh sejarah–raja dari kurun XII– melainkan sebagai semacam insan teladan, yang dalam hal ini siapa pun dalam batinnya dapat ibarat Arjuna.

Dan berdasarkan unsur-unsur pokok mirip yang telah saya sebut di atas, maka pergeseran-pergeseran itu (yaitu sang raja, tapa dan penguasaan dunia) akan saya sedikit kupas di bawah ini…

a) Sang Raja
Dengan nama Mintarogo memang masih dimaksudkan seorang tokoh tertentu, namun semenjak permulaan telah tumbuh kesukaran menghubungkan tokoh itu dengan tokoh tertentu. Seperti telah dikatakan, maka nama Arjuna hilang dan diganti dengan sebuah nama yang lebih umum, Mintarogo. Sebetulnya tidak begitu penting siapa orang itu, dari mana asalnya; ia hanya disebut berdasarkan perbuatannya, ialah berdoa. Tapa membentuk manusia. Sang raja itu dari jaman baheula, kini sampai nanti menjadi sebuah harapan umum: sang insan yang luhur budinya.

….Iya kang manuswa ugi
ing jagad iki,
sadaya pada buktiya ugi
maring batanira
pandita mangkana ambeké
iku kang tanpa warana lawan
ingkang akarya…

Arjuna menjadi lambang seorang insan yang tepat batinnya, akal jernih yang dijadikan pribadi, ciptahening.

b) Tapa
Dalam Mintarogo tapa memperoleh daerah yang makin besar, tapi tidak dilukiskan sedemikian plastis mirip dalam Arjuna Wiwaha. Tapa menjadi mirip semacam cara berdoa. potitis grana sika. bila dalam Arjuna Wiwaha tapa masih dimaksudkan sebagai satu persiapan untuk mencapai tujuan sejati, yaitu penguasaan dunia, maka dalam Mintarogo sendiri bekerjsama menjadi tujuan, atau sekurang-kurangnya itulah yang ditekankan dalam syair tersebut. Maka dari itu serat Mintarogo pernah disebut sebagai suatu jalan untuk memperoleh kesadaran diri yang makin besar dan semacam cermin kehidupan batin. Pamrih dilenyapkan, segala keinginan dipadamkan dalam konsentrasi batin keinginan insan tidak lagi diarahkan kepada sukses duniawi, melainkan kepada Tuhan. Berdampingan dengan kekuasaan dunia nampaklah kini unsur lain yang telah kita kenal sebagai memayu ayuning bawana, insan sebagai manikam.

c) Kekuasaan Dunia
Tujuan dari tapa Arjuna memiliki aksen lain pula. Dalam syair Arjuna Wiwaha kerukunan sanak saudara disebut sebagai alasan pokok tapa Arjuna. Dalam Mintarogo tersebut dirumuskan sedikit berlainan. Ialah untuk membalas pehinaan dari pihak kaum Kurawa yang licik itu. Semulanya tujuan supra-duniawi itu bagi Arjuna hanya sebagai suatu selingan yang kurang menyenangkan dan yang menghalangi rencana-rencana duniawi. Kemudian hari kekuasaan dunia juga diartikan secara berlainan yaitu mempengaruhi dan kalau mungkin juga merombak struktur-struktur dunia. Menguasai dunia bukanlah penguasaan faktuil terhadap struktur-struktur, melainkan menjalankan hidup utama di tengah-tengah struktur-struktur (fana).

Arjuna, sang raja, telah menjadi seorang bijak yang bertapa yaitu Mintarogo. Tapanya bukan lagi persiapan, melainkan menjadi perilaku hidup. Penguasaan terhadap dunia menjadi hidup utama di tengah-tengah dunia…

Previous
Next Post »

Post a Comment