Mengenal dan Memahami Budaya Indonesia, upacara adat, pelet, wayang, mitos dan legenda, rumah adat, pakaian adat, Asal Usul Sejarah Borobudur, Nenek Moyang, Tari Rumah Adat, Hindu, Budha, Islam, Majapahit, Merah Delima, Pusaka, Pocong, Kuntilanak, Nyi Roro Kidul

Friday, May 19, 2017

Cerita Rakyat Bali: Kisah Calon Arang

Cerita Rakyat Bali: Kisah Calon Arang - Calon arang merupakan sebuah kisah yang penuh daya mistis, kisah atau cerita-rakyat-bali" target="_blank">cerita rakyat dari Pulau Bali ini memang sangat penomenal lantaran populer hingga ke manca negara.

Berikut ini yaitu cerita singkat perihal Calon Arang. Selamat membaca

cerita%2Brakyat%2Bbali%2Bkisah%2Bcalon%2Barang.gif" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"> Calon arang merupakan sebuah kisah yang penuh daya mistis Cerita Rakyat Bali: Kisah Calon Arangcerita%2Brakyat%2Bbali%2Bkisah%2Bcalon%2Barang.gif" title="Cerita Rakyat Bali: Kisah Calon Arang" width="320" />
ceritadandongengrakyat.blogspot.co.id/" target="_blank">http://ceritadandongengrakyat.blogspot.co.id/

Cerita Rakyat Bali: Kisah Calon Arang


Pada suatu masa di Kerajaan Daha yang dipimpin oleh raja Erlangga, hidup seorang janda yang sangat bengis. Ia berjulukan Calon Arang. Ia tinggal di desa Girah. Calon Arang yaitu seorang penganut sebuah pemikiran hitam, yakni iman sesat yang selalu mengumbar kejahatan menggunakan ilmu gaib.

Calon arang memiliki seorang putri berjulukan Ratna Manggali. Karena puterinya telah cukup cukup umur dan Calon Arang tidak ingin Ratna Manggali tidak mendapat jodoh, maka ia memaksa beberapa perjaka yang tampan dan kaya untuk menjadi menantunya. Karena sifatnya yang bengis, Calon Arang tidak disukai oleh penduduk Girah. Tak seorang perjaka pun yang mau memperistri Ratna Manggali. Hal ini menciptakan murka Calon Arang. Ia berniat menciptakan galau warga desa Girah.

“Kerahkan anak buahmu! Cari seorang anak gadis hari ini juga! Sebelum matahari karam anak gadis itu harus dibawa ke candi Durga!“ perintah Calon Arang kepada Krakah, seorang anak buahnya. Krakah segera mengerahkan cantrik-cantrik Calon Arang untuk mencari seorang anak gadis. Suatu perkerjaan yang tidak terlalu sulit bagi para cantrik Calon Arang

Sebelum matahari terbit, anak gadis yang malang itu sudah berada di Candi Durga. Ia meronta-ronta ketakutan. “Lepaskan aku! Lepaskan aku!“ teriaknya. Lama kelamaan anak gadis itu pun lelah dan jatuh pingsan. Ia kemudian di baringkan di altar persembahan. Tepat tengah malam yang gelap gulita, Calon Arang mengorbankan anak gadis itu untuk dipersembahkan kepada Betari Durga, dewi angkara murka.

Kutukan Calon Arang menjadi kenyataan. “Banjir! Banjir!“ teriak penduduk Girah yang diterjang pemikiran sungai Brantas. Siapapun yang terkena percikan air sungai Brantas niscaya akan menderita sakit dan menemui ajalnya. “He, he... siapa yang berani melawan Calon Arang ? Calon Arang tak terkalahkan!” demikian Calon Arang menantang dengan sombongnya. Akibat ulah Calon Arang itu, rakyat semakin menderita. Korban semakin banyak. Pagi sakit, sore meninggal. Tidak ada obat yang sanggup menanggulangi wabah penyakit absurd itu..

“Apa yang menjadikan rakyatku di desa Girah mengalami wabah dan tragedi ?” Tanya Prabu Erlangga kepada Paman Patih. Setelah mendengar laporan Paman Patih perihal ulah Calon Arang, Prabu Erlangga murka besar. Genderang perang pun segera ditabuh. Maha Patih kerajaan Daha segera menghimpun prajurit pilihan. Mereka segera berangkat ke desa Girah untuk menangkap Calon Arang. Rakyat sangat gembira mendengar bahwa Calon Arang akan ditangkap. Para prajurit menjadi gembira dan merasa kiprah suci itu akan berhasil berkat doa restu seluruh rakyat.

Prajurit kerajaan Daha hingga di desa kediaman Calon Arang. Belum sempat melepaskan lelah dari perjalanan jauh, para prajurit dikejutkan oleh ledakan-ledakan menggelegas di antara mereka. Tidak sedikit prajurit Daha yang tiba-tiba menggelepar di tanah, tanpa lantaran yang pasti.

Korban dari prajurit Daha terus berjatuhan. Musuh mereka bisa merobohkan lawannya dari jarak jauh, walaupun tanpa senjata. Kekalahan prajurit Daha menciptakan para cantrik, murid Calon Arang bertambah ganas. “Serang! Serang terus!” seru para cantrik. Pasukan Daha porak poranda dan lari pontang-panting menyelamatkan diri. Prabu Erlangga terus mencari cara untuk mengalahkan Calon Arang. Untuk mengalahkan Calon Arang, kita harus menggunakan kasih saying”, kata Empu Barada dalam musyawarah kerajaan. “Kekesalan Calon Arang disebabkan belum ada seorang pun yang bersedia menikahi puteri tunggalnya.“

Empu Barada meminta Empu Bahula semoga sanggup membantu dengan nrimo untuk mengalahkan Calon Arang. Empu Bahula yang masih lajang diminta bersedia memperistri Ratna Manggali. Dijelaskan, bahwa dengan memperistri Ratna Manggali, Empu Bahula sanggup sekaligus memperdalam dan menyempurnakan ilmunya.

Akhirnya rombongan Empu Bahula berangkat ke desa Girah untuk meminang Ratna Manggali. “He he … saya sangat senang memiliki menantu seorang Empu yang rupawan.” Calon Arang terkekeh gembira. Maka, diadakanlah pesta kesepakatan nikah besar-besaran selama tujuh hari tujuh malam. Pesta pora yang berlangsung itu sangat menyenangkan hati Calon Arang. Ratna Manggali dan Empu Bahula juga sangat bahagia. Mereka saling mengasihi dan mengasihi. Pesta kesepakatan nikah telah berlalu, tetapi suasana gembira masih mencakup desa Girah. Empu Bahula memanfaatkan ketika tersebut untuk melakukan tugasnya.

Di suatu hari, Empu Bahula bertanya kepada istrinya, “Dinda Manggali, apa yang menjadikan Nyai Calon Arang begitu sakti?“ Ratna Manggali menjelaskan bahwa kesaktian Nyai Calon Arang terletak pada Kitab Sihir. Melalui buku itu, ia sanggup memanggil Betari Durga. Kitab sihir itu tidak bisa lepas dari tangan Calon Arang, bahkan ketika tidur, Kitab sihir itu dipakai sebagai bantalan kepalanya.

Empu Bahula segera mengatur siasat untuk mencuri Kitab Sihir. Tepat tengah malam, Empu Bahula menyelinap memasuki daerah peraduan Calon Arang. Rupanya Calon Arang tidur terlalu lelap, lantaran kelelahan sehabis selama tujuh hari tujuh malam mengumbar kegembiraannya. Empu Bahul berhasil mencuri Kitab sihir Calon Arang dan eksklusif diserahkan ke Empu Baradah. Setelah itu, Empu Bahula dan istrinya segera mengungsi.

Calon Arang sangat murka ketika mengetahui Kitab sihirnya sudah tidak ada lagi, ia bagaikan seekor warak yang membabi buta. Sementara itu, Empu Baradah mempelajari Kitab sihir dengan tekun. Setelah siap, Empu Baradah menantang Calon Arang. Sewaktu menghadapi Empu Baradah, kedua belah telapak tangan Calon Arang menyemburkan jilatan api, begitu juga kedua matanya. Empu Baradah menghadapinya dengan tenang. Ia segera membaca sebuah mantera untuk mengembalikan jilatan dan semburan api ke badan Calon Arang. Karena Kitab sihir sudah tidak ada padanya, badan Calon Arang pun hancur menjadi debu dan tertiup kencang menuju ke Laut Selatan. Sejak itu, desa Girah menjadi kondusif tenteram menyerupai sediakala.
Cerita rakyat Bali lainnya => cerita-rakyat-bali" target="_blank">Legenda Kebo Iwa

Previous
Next Post »

Post a Comment