Mengenal dan Memahami Budaya Indonesia, upacara adat, pelet, wayang, mitos dan legenda, rumah adat, pakaian adat, Asal Usul Sejarah Borobudur, Nenek Moyang, Tari Rumah Adat, Hindu, Budha, Islam, Majapahit, Merah Delima, Pusaka, Pocong, Kuntilanak, Nyi Roro Kidul

Thursday, August 16, 2018

Sebuah Cerpen Pendidikan Terbaru; Kelulusan Dan Perpisahan

Cerpen pendidikan - Saat-saat yang menegangkan ialah ketika dimana Ujian Nasional akan dilaksanakan! Itu berdasarkan teman-temanku. Tapi menurutku, Ujian Nasional sama saja menyerupai ulangan-ulangan biasa. Yang berbeda cuma soal Ujian Nasional di ambil dari pelajaran-pelajaran kelas X, XI, XII.

Seminggu sebelum ujian ini dilaksanakan, saya sudah mempersiapkan diri untuk menghadapinya bersama sahabatku, Naya. Aku bersahabat dengan Naya semenjak kelas 7 SMP. Saat itu, beliau sudah kelas 8. Tetapi, ketika Naya naik ke SMA, beliau pindah ke Ibukota Jakarta dan bersekolah di suatu sekolah yang sangat anggun dan menjadi sekolah idaman semua anak (tidak semua juga sih). Tetapi, alasannya ialah sanggup di kata saya murid yang populer cerdas (bukan maksudku sombong) saya mendapatkan ekselerasi di sebuah Sekolah Menengan Atas daerah Naya juga bersekolah. Sungguh sesuatu yang sangat membanggakan untukku.
Setelah saya mendapatkan dan menyetujui ekselerasi itu, akupun mengabari kepada Naya,
“Naya?”
“Iya Nan? Kenapa? Barusan lagi kau nge-sms aku. Hehe :D ”
“Oh, enggak. Aku cuma mau bilang, saya mau liburan kesana.”
“Oh, ya? Wah. Senang rasanya. Kamu tinggal dimana disini? Kapan-kapan kau mampir kerumahku yah. Btw, kok tumben kau liburan ke luar kota? Biasanya kau pilih liburan di rumah?”
“Hehe. Sebenarnya, bukan sekedar liburan. Aku sanggup ekselerasi sekolah disana. Jadi, kira-kira bila kau kelas 12 nanti, kita seangkatan.”
“Hah? Iyakah? Wah. Selamat yah Nan. Kamu sudah sanggup buktiin bila kau bisa. Oh, iya. Sampai jumpa disini yah.”
Naya pun menutup telponku.

Perasaan besar hati dan senang yang kini kurasakan. Aku ditemani abangku yang juga bersekolah tepatnya kuliah S1 di Jakarta. Aku memang pernah menyampaikan kepada Nia, saya pengen mendapatkan ekselerasi dan bersekolah di daerah suatu sekolah yang menjadi idaman banyak orang. Tetapi, berkat sebuah lomba internasional yang kuikuti, sekolah memberikanku beasiswa dan akupun menerima ekselerasi.

Ketika saya masuk di sekolah ini, yah Naya sudah kelas 11. Dan ketika pengumuman penaikan kelas, akupun naik ke kelas 12. Dan alasannya ialah Naya populer sebagai anak yang cerdas di sekolah ini, beliau dimasukkan di kelas homogen, yaitu kelas khusus untuk belum dewasa yang di anggap cerdas dan kelas ini memakai 2 bahasa. Inggris-Indonesia. Bukan berarti, kelas-kelas yang lain itu buruk. Dan ketika kelas 12, saya sekelas dengan Naya. Sungguh senang rasanya. Kami kadang bernostalgia ketika masa-masa di Sekolah Menengah Pertama dulu dan saling tanya-menanya perihal sahabat-sahabat kami yang dulu menyerupai Aydhil, Rani, Didit, Dini, Nasha, dan Rian. Mereka masih ada yang menetap kecuali Rani. Dia bersekolah di Bandung. Tapi, komunikasi kami semua masih tetap lancar.

Persiapanku dan Naya menghadapi ujian nasional sudahlah mantap. Kamipun tak lupa memanjatkan doa untuk kelulusan kami. Tetapi ada kabar yang sangat mengejutkan dari Naya. Kesehatannya sangat turun. Penyakitnya yang beliau idap semenjak kecil kambuh lagi. terpaksa beliau di rawat di rumah sakit selama beberapa hari. Akupun sering menjenguknya bersama abangku. 3 hari lagi, ujian nasional akan diadakan. Dan berdasarkan keterangan dokter, Naya sudah akan sanggup keluar dari rumah sakit dalam 2 hari kedepan. Akupun selalu berdoa, semoga Naya sanggup mengerjakan soal-soal ujian nasional terakhirnya selama hampir kurang lebih 12 tahun beliau bersekolah.

Ujian nasional yang telah usang dinanti-nanti ini alhasil tiba. Ku lihat, Naya turun dari kendaraan beroda empat memakai kursi roda. Kemudian kudatangi beliau dan ku dorong kursi rodanya menuju ruanganan ujian. Aku sangat kasihan dengan Naya. Walaupun beliau lagi sakit, beliau tetap masuk sekolah dan melaksanakan ujian.

Ujian dilaksanakan hanya 3 hari. Setelah ujian nasional berakhir. Ku lihat wajah teman-temanku. Senang, gembira, dan ada juga yang tegang dan galau bagaimana nanti hasilnya. Dan ku lihat Naya menghampiriku.
“Hay, Nan.”
“Hay, Naya. Gimana nih perasaanmu?”
“Yah, menyerupai teman-teman yang lainlah, Nan. Semoga hasilnya sangat memuaskan yah Nanda.”
akupun membalasnya dengan senyuman.

Pengumuman kelulusan akan diumumkan dalam kurung waktu 2-3 minggu lagi. saya hanya sanggup berdoa dan berdoa. Karena akulah anak paling muda diangkatanku. Aku berbeda setahun dari mereka. Makara ku pikir, apakah saya bisa? Tapi untung saja ada Naya, dan sahabat-sahabatku yang lain mendukungku. Ku ingat apa yang dikatakan Rani, “Kamu punya mimpi yang besar dan kau kini sanggup mewujudkannya! Yaitu, kau sanggup membanggakan orangtua, kami (sahabat-sahabatmu) dan sekolah di tingkat internasional! Kamupun harus tetap yakin kau sanggup lulus dan bila perlu, kamupun harus sanggup mengalahkan nilai-nilai kami! Kamu niscaya bisa!” ku ucapkan baik-baik kata-kata itu di dalam didiriku. Naya pun selalu mendukungku. Akupun selalu mendukungnya.

Hari ini, saya bangkit dengan gembira. Bagaimana tidak. Ini ialah hari dimana penamatan akan dilakukan. Aku didampingi abangku menuju gedung daerah penamatan sekolahku dilakukan. Untung saja permohonanku untuk orangtuaku diwakili oleh abangku dikabulkan dengan pertimbangan, jauhnya jarakku dengan orangtuaku. Aku sangat deg-degan menunggu hasilnya dibukakan oleh bapak kepala sekolah. Ku lihat pula wajah teman-teman yang lain. Sepertinya merekapun deg-degan dan adapula yang mulutnya komat-kamit berdoa. Dan oh, ya. Dimana Naya?? Akupun melihat kesekelilingku. Kemudian, ada ku lihat seorang anak memakai kursi roda masuk dengan didampingi kedua orangtuanya. Karena ada 3 kursi kosong disampingku, orangtua Naya pun duduk disitu dan seorang guru memindahkan satu kursi alasannya ialah Naya hanya ingin duduk di kursi rodanya saja. Ku lihat sebuah senyuman terukir di bibir kecil Naya. Dia agak pucat.

Ketika pak kepala sekolah membuka hasilnya, ternyata semua siswa(i) di sekolah kami lulus 100%! Kami semua bersorak gembira. Adapula yang melaksanakan sujud syukur dan adapula yang menangis bahagia.
“Selamat yah dek. Adek kini sudah menunjukan ke kakak klo adek bisa.”
“Iya, bang. Makasih. Dan makasih juga atas doa-doa mas ke adek.” Jawabku sambil tersenyum. Kemudian ku lihat Naya. Dan kemudian ku peluk dan kuucapkan selamat ke Naya. Dan ketika kucek hpku, sudah banyak ucapan selamat dari teman-temanku dan juga sahabat-sahabatku. Ternyata, Aydhil, Rani, Didit, Dini, Nasha, dan Rian lulus pula! Senang rasanya sanggup lulus bersama walaupun dengan jarak yang sangat jauh. Apalagi ketika pak Rahmat dan Bu Dzur mengumumkan siswa berprestasi dan menerima nilai tertinggi di sekolah. Dan syukur alhamdulillah! Akupun kembali membanggakan keluargaku dan juga sahabat-sahabatku! Aku naik sebagai siswa berprestasi bersama Naya! Dan menerima nilai tertinggi bukan hanya di sekolah, tapi senasional! Akupun kembali menerima beasiswa. Karena saya juga sering ikut perlombaan mewakili sekolah ketika kelas 10.

Aku dan Naya pun naik keatas panggung dengan keluarga. Kecuali saya yang hanya didampingi oleh kakakku. Aku dan Naya menerima banyak hadiah dari sekolah walaupun lebih banyak aku. Aku menerima beasiswa kuliah S1 di Amerika. Ketika di atas panggung, ku lihat Aydhil, Rani, Didit, Dini, Nasha, dan Rian! Dan ku bisik ke Naya bahwa mereka ada di dekat pintu masuk. Ku lihat pula Nasha yang asyik memotret-motret kami di atas. Ku lihat juga, senyum kebahagiaan di bibir Naya.
“Para hadirin, perlu anda semua ketahui, Arinanda Zafinah Putri yang dekat di panggil Nanda dan Azizah Kanaya atau yang dekat di panggil Naya ini pernah menjuarai sebuah lomba yang mungkin kalian tidak ketahui termasuk saya sendiri sebagai gurunya dan hanya pak kepala sekolah yang tahu, mereka berdua menerima juara 1 dalam lomba tersebut! Penyerahan hadiah dilakukan oleh pak kepala sekolah dengan hormat kami persilahkan menyerahkan hadiah kepada Arinanda dan Azizah.” Kulihat hadiah uang sebesar 12 juta diberikan kepada kami berdua. Dan 2 buah medali emas untuk kami berdua. Ku lihat sahabat-sahabatku yang bersorak-sorak gembira.

Esokan harinya, ku lihat ada sebuah sms masuk. “Hai Nanda. Ini saya Didit. Entar jam 10 kau ke sebuah restoran dekat rumah kakakmu yah? Kami tunggu?” kulirik jam dinding. Sudah pukul 8. Aku segera bersiap-siap. Aku bergotong-royong sudah sanggup mengendarai kendaraan bermotor sendiri. Cuma kakakku takut membiarkankanku. Ketika kakakku ada kuliah tambahan, saya kadang nekad membawa motornya. Tapi, untuk kini saya dibolehin alasannya ialah kakakku lagi ingin mengendarai mobilnya. Dan rencananya juga, orangtuaku dan adekku akan tiba nanti sore.

Sudah hampir jam 10, akupun berangkat ke daerah yang dikatakan Didit. Sesampainya disana, semua sahabat-sahabatku sudah pada ngumpul. Kamipun bernostalgia perihal masa-masa di Sekolah Menengah Pertama dulu dan kami tak sadar bahwa kami telah tamat SMA.
“ngomong-ngomong, kita ada yang kurang deh.” Kata Aydhil.
“Hm, tampaknya iya. Tapi siapa?” kata Dini.
akupun melihat ke sekeliling. Ternyata betul ada yang kurang. Naya. Dia tidak disini. Kemudian saya mencoba untuk menghubungi telpon Naya.
“Hallo.”
“iya, hallo nak Nanda?”
“Oh, ini mamanya Naya ya? Tante, saya mau nanya, Naya ada di rumah engga?”
“Hiks.” Ku dengar bunyi isak tangis tante Velga.
“Hallo tante? Ada apa?”
“Begini nak Nay, Naya. Sedang di rawat di rumah sakit dan keadaannya sangat kritis.” Tiba-tiba airmataku turun. Sahabat-sahabatku serontak kaget melihatku.
“Ada apa Nan? Apa yang terjadi sama Nia? Nan? Cerita dong.” Kemudian akupun menceritakan kepada mereka. Kamipun segera menuju rumah sakit daerah Naya di rawat. Didit memboncengku alasannya ialah beliau takut saya kenapa-kenapa bila saya bawa motor sendiri.

Sesampainya disana, Rani segera bertanya kamar Naya. Setelah itu kami bergegas ke kamar daerah dirawatnya Naya. Ku lihat beliau terbaring lemah. Aku segera memegang tangannya dan memanggil namanya pelan sambil terisak.
“Dia begitu pucat dan begitu dingin. Aku cuma sanggup mendoakan yang terbaik.” Ujar Rian. Dia anak yang pendiam, namun ketika sudah ngumpul bareng kami, dialah yang paling ribut. Tapi beliau mempunyai insting dan feeling yang sangat kuat. Katanya, sudah keturunan dari keluarganya memang.
“Rian! Jangan berkata begitu!” kata Dini sambil menyikut Rian.
“Hm, okelah.”
kemudian kulihat Naya tersenyum dan membuka matanya.
“Nay, kau kenapa? Kamu baik-baik sajakan? Nay.” Kataku masih sambil terisak. Dia hanya tersenyum. Membuatku tambah menangis dan Ranipun ikut menangis di bahu Dini.
“aku, baik-baik saja.” Kata Naya. Akupun melamun sejenak sambil melihat Naya yang menghembuskan nafasnya panjang.
“Nay,”
“Hm, teman-teman. Terima kasih sudah tiba menjengukku. Aku juga berterima kasih atas kebaikan kalian selama ini. Huft. (Naya kembali menghembus nafas panjang) dan saya juga meminta maaf bila saya banyak salah ke kalian. Mungkin saja, umurku ini sudah tak usang lagi. jadi saya mohon maafkan saya ya.” Rian kemudian berjalan dan menunduk ke indera pendengaran Naya. Entah apa yang mereka bicarakan. Rani pun menjawab,
“Kamu –Hiks- kau engga punya salah apa –hiks- apa ke kita. Kita juga mau minta maaf ke kamu.”
“Iya saya maafin.” Ku lihat begitu indah senyuman Naya. Sangatlah indah. Kemudian, Rian berbisik dan Nayapun mengikuti apa yang dikatakan Rian. Aku hanya sanggup melamun dan mengeluarkan airmata mendengar kata-kata itu. Shalawat dan syahadat.

Tiit.. tiit.. tiitt.. Jantung Naya berhenti berdetak seiring ketika ia tersenyum kepada kami. Tumpahlah air mata kesedihan kami. Akupun berusaha mengguncang-guncang membangunkan Naya. Tetapi, beliau tertidur sangatlah lelap. Hanya tangisan yang kami sanggup lakukan.

Pagi ini ialah hari pemakaman Naya. Aku harus hadir.
“Nan, bangkit nak. Katanya mau ngehadirin pemakaman Nia. Ayolah cepat.” Kata mamaku. Ku lihat abangku yang sudah siap dengan baju berkerah berwarna hitamnya. Akupun segera mandi dan mengganti pakaian.

Tepat di rumah duka, kulihat teman-teman dan sahabat-sahabatku telah berkumpul. Rani tiba kemudian memelukku erat.
“Nan, entah apa yang harus kukatain sekarang. Aku engga sanggup melihat sebuah jenazah orang yang sangat kita sayangin disana. dan, saya engga nyangka, kita akan berpisah jauh dengannya.” Airmataku pun tumpah lagi. akupun segera berlari masuk dan memeluk erat Naya.
“Naya, walaupun engkau tidak mendengar secara fisik tapi saya yakin arwahmu mendengar apa yang kuucapin. Aku mau berterima kasih, sama kamu! Kamulah penyemangatku! Entah akan jadi apa saya ketika ini bila kau engga ada kamu. Naya.”

Setelah sholat Dzuhur Naya dimakamkan di TPU terdekat. Ku lihat orang-orang termasuk Didit, Aydhil dan Rian memggendong sebuah keranda yang berisi jenazah yang telah dikafani. Naya. Azizah Kanaya. Telah tertidur untuk selama-lamanya.

Setelah pemakaman selesai, sisa aku, rani, aydhil, didit, rian, Nasha dan Dini dipemakaman. Orangtua Nia sudah pulang. Ku lihat sebuah nisan yang bertuliskan nama : AZIZAH KANAYA BINTI NURDIFAN. Kami semua hanya sanggup menangis, menangis, dan menangis sedih.

Seminggu sehabis sepeninggal Naya, saya akan berangkat Amerika. Sehari sebelum berangkat, saya menyempatkan diri untuk mengunjungi makam Nia. Kemudian, saya berangkat ke bandara oleh keluarga dan sahabat-sahabatku. Karena hari ini juga, Rani berangakat ke Singapura. Makara barengan deh. Aku ke Amerika ditemani oleh seorang guruku di SMA.

Terima kasih Naya. atas dukunganmu saya sanggup sesukses kini ini. Sudah hampir 6 tahun kau meninggalkanku. Sekarang saya menjadi seorang penulis populer dan saya telah menuntaskan kuliahku di Amerika. Akupun diterima di sebuah perusahaan di Amerika. Sahabatku yang lain pula kini sudah menjadi orang yang sukses. Rani berhasil menjadi seorang desainer muda terkenal. Didit sibuk dengan semua proyeknya. Didit kini menjadi seorang arsitek muda. Dini dan Nasha berhasil mewujudkan mimpi mereka berdua membuka sebuah restoran. Rian kini kerja di Rusia sebagai ilmuwan, dan oh, ya Aydhil! beliau bekerja sebagai seorang dokter. Bangga rasanya kami semua telah sukses. Saat ada reuni angkatanku dan angkatan sahabat-sahabatku pun, ku lihat teman-temanku sudah pada sukses dan ada pula sudah mempunyai anak. Di program tersebut, kami memanjatkan doa bersama untuk alm. Naya.
Selamat jalan Sahabatku. Semoga engkau damai berada di sisi-Nya

-THE END-

Cerpen Karangan: Nurul Fatimah Az Zahrah
Blog: azzahrahnurul.blogspot.com
Facebook: Nurul Fatimah Az Zahrah


Demikian, jangan lupa untuk membaca cerpen cinta dan cerpen persahabatan lainnya di blog ini..

Previous
Next Post »

Post a Comment