Mengenal dan Memahami Budaya Indonesia, upacara adat, pelet, wayang, mitos dan legenda, rumah adat, pakaian adat, Asal Usul Sejarah Borobudur, Nenek Moyang, Tari Rumah Adat, Hindu, Budha, Islam, Majapahit, Merah Delima, Pusaka, Pocong, Kuntilanak, Nyi Roro Kidul

Saturday, November 17, 2018

Abu Nawas Lolos Dari Maut

Scud Story yaitu Portal Edukasi yang memuat artikel ihwal Hikayat Abu Naw Abu Nawas Lolos dari Maut
Scud Story yaitu Portal Edukasi yang memuat artikel ihwal Hikayat Abu Nawas Lolos dari Maut, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel, Hikayat, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah Nabi, Kumpulan Cerita Anak Indonesia, Cerita Lucu,Tips Belajar, Edukasi Anak Usia Dini, PAUD, dan Balita.

Karena dianggap hampir membunuh Baginda maka Abu Nawas menerima celaka. Dengan kekuasaan yang otoriter Baginda memerintahkan prajuritprajuritnya pribadi menangkap dan menyeret Abu Nawas untuk dijebloskan ke penjara.

Waktu itu Abu Nawas sedang bekerja di ladang lantaran animo tanam kentang akan tiba. Ketika para prajurit kerajaan tiba, ia sedang mencangkul. Dan tanpa alasan yang terang mereka pribadi menyeret Abu Nawas sesuai dengan titah Baginda. Abu Nawas tidak berkutik. Kini ia mendekam di dalam penjara.

Beberapa hari lagi kentang-kentang itu harus ditanam. Sedangkan istrinya tidak cukup berpengaruh untuk melaksanakan pencangkulan. Abu Nawas tahu bahwa tetanggatetangganya tidak akan bersedia membantu istrinya alasannya yaitu mereka juga sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Tidak ada yang bisa dilakukan di dalam ‘penjara kecuali mencari jalan keluar.

Seperti biasa Abu Nawas tidak bisa tidur dan tidak lezat makan. la hanya makan sedikit. Sudah dua hari ia meringkuk di dalam penjara. Wajahnya murung. Hari ketiga Abu Nawas memanggil seorang pengawal. “Bisakah saya minta tolong kepadamu?” kata Abu Nawas membuka pembicaraan. “Apa itu?” kata pengawal itu tanpa gairah. “Aku ingin pinjam pensil dan selembar kertas. Aku ingin menulis surat untuk istriku. Aku harus memberikan sebuah belakang layar penting yang hanya boleh diketahui oleh istriku saja.”

Pengawal itu berpikir sejenak kemudian pergi meninggalkan Abu Nawas. Ternyata pengawal itu merighadap Baginda Raja untuk melapor. Mendengar laporan dari pengawal, Baginda segera menyediakan apa yang diminta Abu Nawas. Dalam hati, Baginda bergumam mungkin kali ini ia bisa mengalahkan Abu Nawas. Abu Nawas menulis surat yang berbunyi: “Wahai istriku, janganlah engkau sekali-kali menggali ladang kita lantaran saya menyembunyikan harta karun dan senjata di situ. Dan tolong jangan bercerita kepada siapa pun.”

Tentu saja surat itu dibaca oleh Baginda lantaran ia ingin tahu apa sebetulnya belakang layar Abu Nawas. Setelah membaca surat itu Baginda merasa puas dan pribadi memerintahkan beberapa pekerja istana untuk menggali ladang Abu Nawas. Dengan peralatan yarig diharapkan mereka berangkat dan pribadi menggali ladang Abu Nawas. Istri Abu Nawas merasa heran. Mungkinkah suaminya minta tolong pada mereka?

Pertanyaan itu tidak terjawab lantaran mereka kembali ke istana tanpa pamit. Mereka hanya menyerahkan surat Abu Nawas kepadanya. Lima hari kemudian Abu Nawas mendapatkan surat dari istrinya. Surat itu berbunyi: “Mungkin suratmu dibaca sebelum diserahkan kepadaku. Karena beberapa pekerja istana tiba ke sini dua hari yang lalu, mereka menggali seluruh ladang kita. Lalu apa yang harus kukerjakan sekarang?” Rupanya istrinya Abu Nawas belum mengerti tipu muslihat suaminya. Tetapi dengan bijaksana Abu Nawas membalas: “Sekarang engkau bisa menanam kentang di ladang tanpa harus menggali, wahai istriku.” Kali ini Baginda tidak bersedia membaca surat Abu Nawas lagi. Bagi.nda makin mengakui keluarbiasaan nalar Abu Nawas. Bahkan di dalam penjara pun Abu Nawas masih bisa melaksanakan pencangkulan.

Abu Nawas masih mengeram di penjara. Namun begitu Abu Nawas masih bisa menuntaskan pekerjaannya dengan menggunakan tangan orang lain. Baginda berpikir. Sejenak kemudian ia segera memerintahkan sipir penjara untuk membebaskan Abu Nawas. Baginda Raja tidak ingin menanggung resiko yang lebih buruk. Karena nalar Abu Nawas tidak bisa ditebak. Bahkan di dalam penjara pun Abu Nawas masih mampu menyusahkan prang. Keputusan yang dibentuk Baginda Raja untuk melepaskan Abu Nawas memang sangat tepat. Karena bila hingga Abu Nawas bertambah sakit hati maka tidak tidak mungkin kesusahan yang akan ditimbulkan akan semakin gawat. Kini hidung Abu Nawas sudah bisa menghisap udara kebebasan di luar. Istri Abu Nawas menyambut bangga kedatangan suami yang selama ini sangat dirindukan. Abu Nawas juga riang. Apalagi melihat tanaman kentangnya akan membuahkan hasil yang bisa dipetik dalam waktu dekat.

Abu Nawas memang girang bukan kepalang tetapi ia juga merasa gundah. Bagaimana Abu Nawas tidak merasa gundah gulana alasannya yaitu Baginda sudah tidak lagi menggunakan perangkap untuk memenjarakan dirinya. Tetapi Baginda Raja pribadi memenjarakannya. Maka tidak tidak mungkin bila suatu ketika nanti Baginda pribadi menjatuhkan sanksi pancung. Abu Nawas yakin bahwa ketika ini Baginda niscaya sedang merencanakan sesuatu. Abu Nawas menyiapkan payung untuk menyambut hujan yang akan diciptakan Baginda Raja. Pada hari itu Abu Nawas mengumumkan dirinya sebagai jago nujum atau tukang ramal nasib.

Sejak membuka praktek ramal-meramal nasib, Abu Nawas sering menerima panggilan dari orang-orang terkenal. Kini Abu Nawas tidak saja dikenal sebagai orang yang hartdal daiam membuat gelak tawa tetapi juga sebagai jago ramal yang jitu. Mendengar Abu Nawas mendadak menjadi jago ramal maka Baginda Raja Harun Al Rasyid merasa khawatir. Baginda curiga jangan-jangan Abu Nawas bisa membahayakan kerajaan. Maka tanpa pikir panjang Abu Nawas ditangkap. Abu Nawas semenjak semula yakin Baginda Raja kali ini berniat akan menghabisi riwayatnya. Tetapi Abu Nawas tidak begitu merasa gentar. Mungkin Abu Nawas sudah mempersiapkan tameng.

Setelah beberapa hari meringkuk di dalam penjara, Abu Nawas digiring menuju kawasan kematian. Tukang penggal kepala sudah menunggu dengan pedang yang gres diasah. Abu Nawas menghampiri kawasan penjagalan dengan amat tenang. Baginda merasa kagum terhadap ketegaran Abu Nawas. Tetapi Baginda juga bertanya-tanya dalam hati mengapa Abu Nawas begitu tabah menghadapi detik-detik terakhir hidupnya. Ketika algojo sudah siap mengayunkan pedang, Abu Nawas tertawa-tawa sehingga Baginda menangguhkan pemancungan.

Beliau bertanya, “Hai Abu Nawas, apakah engkau tidak merasa ngeri menghadapi pedang algojo?” “Ngeri Tuanku yang mulia, tetapi hamba juga merasa gembira.” jawab Abu Nawas sambil tersenyum. “Engkau merasa gembira?” tanya Baginda kaget. “Betul Baginda yang mulia, lantaran sempurna tiga hari sehabis kematian hamba, maka Baginda pun akan mangkat menyusul hamba ke Hang lahat, lantaran hamba tidak bersalah sedikit pun.” kata Abu Nawas tetap tenang.

Baginda gemetar mendengar ucapan Abu Nawas. dan tentu saja sanksi pancung dibatalkan. Abu Nawas digiring kembali ke penjara. Baginda memerintahkan semoga Abu Nawas diperlakukan istimewa. Malah Baginda memerintahkan supaya Abu Nawas disuguhi hidangan yang enak-enak. Tetapi Abu Nawas tetap tidak kerasa tinggal di penjara. Abu Nawas berpesan dan setengah mengancam kepada penjaga penjara bahwa bila ia terus-menerus mendekam dalam penjara ia bisa jatuh sakit atau meninggal Baginda Raja terpaksa membebaskan Abu Nawas sehabis mendengar penuturan penjaga penjara.

Cita-cita atau obsesi menghukum Abu Nawas sebetulnya masih bergolak, namun Baginda merasa kehabisan nalar untuk menjebak Abu Nawas. Seorang penasihat kerajaan kepercayaan Baginda Raja menyarankan semoga Baginda memanggil seorang ilmuwan-ulama yang berakal tinggi untuk menandingi Abu Nawas. Pasti masih ada peluang untuk mencari kelemahan Abu Nawas. Menjebak pencuri harus dengan pencuri.Dan ulama dengan ulama. Baginda mendapatkan usul yang cemerlang itu dengan hati bulat.

Setelah ulama yang berakal tinggi berhasil ditemukan, Baginda Raja menanyakan cara terbaik menjerat Abu Nawas. Ulama itu memberi tahu caracara yang paling jitu kepada Baginda Raja. Baginda Raja manggut-manggut setuju. Wajah Baginda tidak lagi murung. Apalagi ulama itu menegaskan bahwa ramalan Abu Nawas ihwal takdir kematian Baginda Raja sama sekali tidak memiliki dasar yang kuat. Tiada seorang pun insan yang tahu kapan dan di bumi mana ia akan mati apalagi ihwal maut orang lain.

Ulama andalan Baginda Raja mulai mengadakan persiapan seperlunya untuk memperlihatkan pukulan fatal bagi Abu Nawas. Siasat pun dijalankan sesuai rencana. Abu Nawas terjerembab ke lubang siasat sang ulama. Abu Nawas melaksanakan kesalahan yang bisa menghantarnya ke tiang gantungan atau kawasan pemancungan.

Benarlah peribahasa yang berbunyi sepandai-pandai bajing melompat niscaya suatu ketika akan terpeleset. Kini, Abu Nawas benar-benar mati kutu. Sebentar lagi ia akan dieksekusi mati lantaran jebakan sang ilmuwan-ulama. Benarkah Abu Nawas sudah keok? Kita lihat saja nanti. Banyak orang yang merasa simpati atas nasib Abu Nawas, terutama orang-orang miskin dan tertindas yang pernah ditolongnya. Namun derai air mata para pecinta dan pengagum Abu Nawas tak akan bisa menghentikan sanksi mati yang akan dijatuhkan.

Baginda Raja Harun Al Rasyid benar-benar menikmati kernenangannya. Belum pernah Baginda terlihat seriang sekarang. Keyakinan orang banyak bertambah mantap. Hanya sat orang yang tetap tidak yakin bahwa hidup Abu Nawas aka berakhir setragis itu, yaitu istri Abu Nawas. Bukankah Alia Azza Wa Jalla lebih akrab daripada urat leher. Tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah Yang Maha Gagah. Dan kematian yaitu mutlak urusan-Nya. Semakin akrab sanksi mati bagi Abu Nawas. Orang banyak semakin resah. Tetapi bagi Abu Nawas malah sebaliknya. Semakin akrab sanksi bagi dirinya, semakin tegar hatinya.

Baginda Raja tahu bahwa ketenangan yang ditampilkan Abu Nawas hanyalah merupakan potongan dari tipu dayanya. Tetapi Baginda Raja telah bersumpah pada diri sendiri bahwa ia tidak akan terkecoh untuk kedua kalinya. Sebaliknya Abu Nawas juga yakin, selama nyawa masih menempel maka impian akan terus menyertainya. Tuhan tidak mungkin membuat alam semesta ini tanpa ditaburi harapan-harapan yang menjanjikan. Bahkan dalam keadaan yang bagaimanapun gawatnya.

Keyakinan menyerupai inilah yang tidak dimiliki oleh Baginda Raja dan ulama itu. Seketika suasana menjadi hening, sewaktu Bagin Raja memberi sambutan singkattentang akan dilaksanakan sanksi mati atas diri terpidana mati Abu Nawas. Kemudian tanpa memperpanjang waktu lagi Baginda Raja menanyakan ajakan terakhir Abu Nawas. Dan pertanyaan inilah yang paling dinantinantikan Abu Nawas.

“Adakah ajakan yang terakhir” “Ada Paduka yang mulia.” jawab Abu Nawas singkat. “Sebutkan.” kata Baginda. “Sudilah kiranya hamba diperkenankan menentukan sanksi mati yang hamba anggap cocok wahai Baginda yang mulia.” pinta Abu Nawas. “Baiklah.” kata Baginda menyetujui ajakan Abu Nawas. “Paduka yang mulia, yang hamba pinta yaitu bila pilihan hamba benar hamba bersedia dieksekusi pancung, tetapi kalau pilihan hamba dianggap salah maka hamba dieksekusi gantung saja.” kata Abu Nawas memohon. “Engkau memang orang yang aneh. Dalam saat-saat yang amat genting pun engkau masih sempat bersenda gurau. Tetapi ketahuilah bagiku segala tipu muslihatmu hari ini tak akan bisa membawamu kemana-mana.” kata Baginda sambil tertawa. “Hamba tidak bersenda gurau Paduka yang mulia.” kata Abu Nawas bersungguhsungguh. Baginda makin terpingkal-pingkal. Belum selesai Baginda Raja tertawa-tawa, Abu Nawas berteriak dengan nyaring. “Hamba minta dieksekusi pancung!”

Semua yang hadir kaget. Orang banyak belum mengerti mengapa Abu Nawas membuat keputusan begitu. Tetapi kecerdasan otak Baginda Raja menangkap sesuatu yang lain. Sehingga tawa Baginda yang semula berderai-derai mendadak terhenti. Kening Baginda berkenyit mendengar ucapan Abu Nawas. Baginda Raja tidak berani menarik kata-katanya lantaran disaksikan oleh ribuan rakyatnya. Beliau sudah terlanjur mengabulkan Abu Nawas menentukan sanksi mati yang paling cocok untuk dirinya. Kini kesempatan Abu Nawas membela diri. “Baginda yang mulia, hamba tadi menyampaikan bahwa hamba akan dieksekusi pancung. Kalau pilihan hamba benar maka hamba dieksekusi gantung. Tetapi di manakah letak kesalahan pilihan hamba sehingga hamba harus dieksekusi gantung. Padahal hamba telah menentukan sanksi pancung?”

Olah kata Abu Nawas memaksa Baginda Raja dan ulama itu tercengang. Benarbenar luar biasa otak Abu Nawas ini. Rasanya tidak ada lagi insan pandai selain Abu Nawas di negeri Baghdad ini. “Abu Nawas saya mengampunimu, tapi kini jawablah pertanyaanku ini. Berapa banyakkah bintang di langit?” “Oh, praktis sekali Tuanku.” “Iya, tapi berapa, seratus juta, seratus milyar?” tanya Baginda. “Bukan Tuanku, cuma sebanyak pasir di pantai.” “Kau ini…. bagaimana bisa orang menghitung pasir di pantai?” “Bagaimana pula orang bisa menghitung bintang di langit?” “Ha ha ha ha ha…! Kau memang penggeli hati.

Kau yaitu pelipur laraku. Abu Nawas mulai kini jangan segan-segan, sering-seringlah tiba ke istanaku. Aku ingin selalu mendengar banyolan leluconmu yang baru!” “Siap Baginda !”



Previous
Next Post »

Post a Comment