Mengenal dan Memahami Budaya Indonesia, upacara adat, pelet, wayang, mitos dan legenda, rumah adat, pakaian adat, Asal Usul Sejarah Borobudur, Nenek Moyang, Tari Rumah Adat, Hindu, Budha, Islam, Majapahit, Merah Delima, Pusaka, Pocong, Kuntilanak, Nyi Roro Kidul

Wednesday, November 14, 2018

Cerita Legenda Asal Ajakan Banjarnegara

Scud Story ialah Portal Edukasi yang memuat artikel perihal Cerita Legenda  Cerita Legenda Asal Usul Banjarnegara
Scud Story ialah Portal Edukasi yang memuat artikel perihal Cerita Legenda Asal Usul Banjarnegara, Cerita Rakyat Jawa Tengah, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel, Hikayat, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah Nabi, Kumpulan Cerita Anak Indonesia, Cerita Lucu,Tips Belajar, Edukasi Anak Usia Dini, PAUD, dan Balita.

Kota Banjarnegara terletak di antara Kota Wonosobo di sebelah timur dan Kota Purbalingga di sebelah barat. Sebelah selatan berbatasan dengan Kota Kebumen dan di sebelah utara berbatasan dengan Kota Batang dan Pekalongan.

Adalah Kyai Maliu, seorang tokoh agama kharismatik yang sangat dihormati. Sudah berhari-hari Kyai Maliu menyusuri hutan, gunung, dan lembah. Namun, tempat yang dicari belum ditemui. Rasa lelah dan haus tidak dihiraukan. Hanya satu yang dicari, yaitu suatu tempat yang cocok untuk mendirikan sebuah pondok.

Baca Cerita Dongeng Ini Selengkapnya :
Sampailah Kyai Maliu di suatu tempat yang menarik hatinya. “Keindahan alam sekitar kali Merawu ini sangat mengesankan. Apa ini tempat yang saya cari selama ini?” demikian hatinya bertanya. Tanah di sekitar Kali Merawu berundak dan berbanjar sepanjang anutan sungai. Di sekitarnya berdiri pegunungan Kendeng yang indah dan berhawa sejuk. Maka, segerta dibangunnya pondok yang indah menghadap Kali Merawu. Tempat itu kini berada di sekitar jembatan Clangap.

Kyai Maliu berperangai baik dan jujur. Selain itu ia juga tekun bekerja dan berdisiplin tinggi. Karenanya, ia sangat berwibawa dan disegani banyak orang. Tidak mengherankan kalau segala perilakunya menjadi anutan warga di sekitanya. Waktu demi waktu terus berjalan dan alhasil tempat sekitar pondok Kyai Maliu menjadi desa gres yang indah, bersih, dan teratur.

Pada suatu hari Kyai Ageng Maliu mengumpulkan semua warganya di padepokannya. “Bapak-bapak, Ibu-ibu, dan Saudara semua, terima kasih kalian sudi mendatangi seruan saya,” berkatalah Kyai Maliu dihadapan warga yang diundangnya. Kemudian lanjutnya, “Apa kalian kerasan tinggal di tempat ini?” Semua warga menjawab sudah betah dan nyaman tinggal di tempat gres tersebut. “Baik, terima kasih. Namun, ada suatu hal akan saya sampaikan kepada kalian.” “Sesuatu apa, Kyai?” tanta seorang warga. “Kalian tahu tempat ini belum bernama. Nah, maksud seruan saya kepada kalian ialah untuk bermusyawarah menetapkan nama yang cocok untuk desa kita ini.”

Kemudian musyawarah memilih nama desa dilaksanakan. Banyak yang mengusulkan nama dengan alasan masing-masing. Karena banyak perdebatan, maka Kyai Maliu juga mengusulkan sebuah nama, yaitu Banjar. Alasannya, selain tempatnya indah, tanah-tanahnya berundak dan berbanjar. “Aku oke Kyai….” jawab sesorang. “Aku juga oke Kyai….” jawab yang lainnya hampir serempak. Atas dasar musyawarah warga hari itu juga, Kyai Maliu diangkat menjadi petinggi dan lalu dikenal sebagai Kyai Ageng Maliu Petinggi Banjar.

Kyai Ageng Maliu populer sebagai pemimpin yang mempunyai rasa asah, asih, dan asuh sehingga sangat dicintai oleh rakyatnya. Penduduk desa Banjar sangat ulet dalam bekerja di sawah-sawah. Tidak heran kalau rakyatnya hidup makmur dalam hal sandang, pangan, dan papan. Dibawah kepemimpinannya desa Banjar berhasil menjadi desa yang berdikari dan berswasembada pangan. Bahkan desa Banjar pada ketika itu sempat menjadi lumbung padi untuk daerah- tempat di sekitarnya.

Kehidupan beragama juga tumbuh dengan subur dan menjiwai segenap aspek kehidupan rakyatnya. Masjid-masjid selain dipakai sebagai tempat ibadah salat juga dipakai untuk bermusyawarah dalam memecahkan segala urusan desa. Mulai dari memilih kapan waktu yang cocok untuk menanam padi, perawatan, dan memanen. Semuanya dikerjakan dengan bahu-membahu dan penuh rasa kekeluargaan. Tidak heran kalau pada waktu itu desa Banjar populer hingga luar tempat dan mengundang perhatian para ulama besar yang sedang melakukan dakwah Islam.

Suatu hari, datanglah tiga orang tamu ke pondok Kyai Ageng Maliu. “Wa’alaikum salam….” Kyai Ageng Maliu menjawab salam tamunya seraya menuju ke pintu. Dilihatnya tiga orang tamu yang dipastikan bukan berasal dari tempat Banjar. Cara berpakaian dan tutur katanya setidaknya sanggup dijadikan alasan. “Mari Kisanak, silakan masuk….!” ucap Kyai Ageng Maliu sambil menjabat tangan ketiga tamunya satu per satu. “Terima kasih Kisanak telah mendapatkan kami dengan baik. Oh ya, perkenalkan, saya ialah Giri Wasiyat dari Gresik. Sedangkan kedua ini ialah saudaraku, Kangmas Prapen dan Dimas Giri Pit. Kami bertiga ialah putra Rama Sunan Giri dari Gresik.” “Allahuakbar…. saya kedatangan tamu agung rupanya….” “Jangan hiperbola Kisanak. Saya sudah tahu bahwa Kisanak petinggi desa ini. Santri-santri yang berguru di pondok sangat banyak. Untuk itu kami bertiga menyempatkan tiba kemari untuk saling bertukar pengalaman.” “Jangan berkata begitu Pangeran. Kalau saya berani berdakwa itu hanya berbekal niat. Namun, saya yakin kalau Pangeran bertiga selain bekal niat juga telah mempunyai ilmu agama yang mumpuni.” “Di mata Allah kita itu sama. Segala ilmu ialah milik Allah. Kita hanya dipinjami, itupun sangat terbatas. Namun demikian, kalau ilmu yang sedikit ini diamalkan untuk orang lain, maka jadilah ilmu yang bermanfaat, demikian Rama Sunan Giri pernah berwasiat menirukan sabda Nabi Muhammad.”

Semenjak kedatangan tamu dari Gresik, hampir setiap malam diadakan pengajian umum. Rakyat desa Banjar benar-benar merasa beruntung sanggup menimba ilmu keagamaan secara luas dari seorang ulama besar secara langsung. Kyai Ageng Maliu banyak berguru kepada Kyai Ageng Giri Wasiyat. Kyai Ageng Maliu sendiri ialah orang yang cerdas, jujur, disiplin, dan taat beribadah. Tidak heran kalau Kyai Ageng Giri Wasiyat sangat tertarik akan sikap terpuji Kyai Ageng Maliu, tuan rumah sekaligus santrinya itu.

Untuk memperkokoh persahabatan dan sebagai penghargaan atas kebaikan Kyai Ageng Maliu, ia berdua setuju akan menghadiahkan putrinya, Nyai Barep, kepada Kyai Ageng Maliu sebagai istrinya. Terjadilah komitmen nikah dan Nyai Barep resmi menjadi istri Kyai Ageng Maliu. Selepas kepergian Sunan Giri Pit dan Pangeran Giri Wasiyat, Kyai Ageng Maliu bersama istrinya tetap meneruskan dakwah membina warga desa Banjar dalam bidang keagamaan dan pertanian.

Desa Banjar berkembang sangat pesat. Selain sebagai sentra penyebaran agama, juga tempat bertemunya para pedagang. Karena sebagai tempat perniagaan maka desa itu semakin ramai dan berpenduduk banyak. Akhirnya desa itu berubah menjadi sebuah kota atau tepatnya disebut kadipaten.

Semula Kadipaten Banjar berlokasi di sebelah timur kali Merawu, lalu pindah ke sebelah barat kali Merawu dan lalu dikenal dengan nama Banjar Watu Lembu. Selanjutnya sentra pemerintahan dipindahkan dari Banjar Watu Lembu ke sebelah selatan kali Merawu yang kini menjadi Kota Banjarnegara. Lokasi sentra pemerintahan di tempat pesawahan yang cukup lebar (Banjar), dan dinamakan Banjarnegara. Banjarnegara berasal dari dua kata yaitu Banjar yang artinya sawah atau lebar dan negara yang artinya kota. Makara dahulu kala kota Banjarnegara didirikan di tempat pesawahan yang cukup lebar dan datar.

Legenda ini menceritakan asal mula kota Banjarnegara yang berasal dari kata banjar yang berarti sawah/tempat yang luas dan Negara yang berarti kota.

Pesan Moral dari  Cerita Legenda Asal Usul Banjarnegara ialah : Bahwa setiap pemimpin yang baik yang memerhatikan kehidupan rakyatnya akan senantiasa dicintai rakyatnya pula. Maka tidak mengherankan bahwa tempat yang semula hanya berdiri sebuah pondok alhasil menjadi desa hingga lalu menjadi berubah menjadi sebuah kadipaten (kabupaten). Hal ini menunjukkan bahwa Ki Ageng Maliu berhasil menjadi seorang pemimpin yang baik.
Scud Story memuat dengan lengkap unsur-unsur dan kaidah baku dalam menyajikan kisah dan dongeng, mencakup unsur Intrinsik yaitu mencakup Tema, Amanat/Pesan Moral, Alur Cerita/Plot, Perwatakan/Penokohan, Latar/Setting, dan Sudut pandang. dan kadang disertai unsur Ekstrinsik Cerita. Untuk berguru memahami itu semua, coba adik-adik tebak dari Cerita Legenda Asal Usul Banjarnegara diatas temanya apa, tokohnya siapa dan settingnya dimana, ayo siapa yang tahu?.


Previous
Next Post »

Post a Comment