Mengenal dan Memahami Budaya Indonesia, upacara adat, pelet, wayang, mitos dan legenda, rumah adat, pakaian adat, Asal Usul Sejarah Borobudur, Nenek Moyang, Tari Rumah Adat, Hindu, Budha, Islam, Majapahit, Merah Delima, Pusaka, Pocong, Kuntilanak, Nyi Roro Kidul

Thursday, November 15, 2018

Dongeng Gajah Dan Orang Buta

Scud Story yaitu Portal Edukasi yang memuat artikel ihwal Cerita Dongeng  Dongeng Gajah dan Orang Buta
Scud Story yaitu Portal Edukasi yang memuat artikel ihwal Cerita Dongeng Gajah dan Orang Buta, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel, Hikayat, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah Nabi, Kumpulan Cerita Anak Indonesia.

Dahulu kala, di sebuah negeri ada seorang raja yang mengalami kerepotan dengan para menterinya. Mereka terlalu banyak berbantah sehingga nyaris tak satupun keputusan sanggup diambil. Para menteri itu mengikuti tradisi kuno, masing-masing menyatakan bahwa dirinyalah yang paling benar dan yang lainnya salah. Meskipun demikian, saat sang raja yang penuh kuasa menggelar sebuah pesta di negeri tersebut, mereka semua bisa setuju untuk cuti bersama. Intinya, kalau hal tersebut menguntungkan mereka, maka mereka gres sependapat.

Baca Cerita Dongeng Ini Selengkapnya :
Pesta rakyat yang luar bisa itu digelar di alun-alun istana. Ada banyak atraksi yang ditampilkan, ada nyanyian dan tarian tradisional, akrobat, musik dan banyak lagi. Dan di puncak acara, di kerumunan banyak orang dengan para menteri yang tentunya menempati daerah duduk terbaik, tampak sang raja menuntun sendiri seekor gajah ke tengah arena pesta. Di belakang gajah itu berjalanlah beriringan orang-orang buta.

Setekah hingga di tengah arena, Sang raja kemudian meraih tangan orang buta pertama, menuntunnya untuk meraba belalai gajah itu dan memberitahunya bahwa itulah gajah. Raja kemudian membantu orang buta kedua untuk meraba gading sang gajah, orang buta ketiga meraba kupingnya, yang keempat meraba kepalanya, yang kelima meraba badannya, yang keenam meraba kaki, dan yang ketujuh meraba ekornya, kemudian menyatakan kepada masing-masing orang buta bahwa itulah yang dinamakan gajah.

Lalu raja kembali kepada si buta pertama dan memintanya untuk menyebutkan dengan lantang menyerupai apakah gajah itu.

"Menurut pertimbangan dan pendapat saya," kata si buta pertama, yang meraba belalai gajah, "saya nyatakan dengan iman penuh bahwa seekor ‘gajah’ yaitu homogen ular"

"Sungguh omong kosong," seru si buta kedua yang meraba gading gajah. "Seekor ‘gajah’ terlalu keras untuk dianggap sebagai seeokr ular. Fakta sebenarnya, dan saya tak pernah salah, gajah itu menyerupai bajak petani."

"Jangan ngawur kamu!," cemooh si buta ketiga yang meraba kuping gajah. "Seekor ‘gajah’adalah menyerupai daun kipas yang besar dan lebar."

"Kalian semua makin ngawur... hahahahaha...!" tawa si buta keempat yang meraba kepala gajah. "Seekor ‘gajah’ sudah niscaya yaitu sebuah gentong air yang besar."

"Makin asing saja kalian ini!," cibir si buta kelima yang meraba tubuh gajah. "Seekor ‘gajah’adalah sebuah watu karang besar."

"Dasar orang-orang asing dan pembohong semua!" kata si buta terakhir yang meraba ekor gajah. "Aku akan memberitahu kalian apa sebetulnya ‘gajah’ itu. Seekor gajah yaitu semacam pecut. Aku tahu, saya sanggup merasakannya dengan sangat."

"Sumpah! Gajah itu seekor ular.". "Tidak bisa! Itu gentong air!". "Bukan! Gajah itu… " Dan para buta itu pun mulai berbantah dengan sengitnya, semuanya bicara berbarengan, mengakibatkan kata-kata melebur menjadi teriakan-teriakan yang lantang dan panjang. Tatkala kata-kata penghinaan mulai mengudara, lantas datanglah jotosan. Para buta itu tidak yakin betul siapa yang mereka jotos, tetapi sepertinya itu tidak terlalu penting dalam tawuran semacam itu. Mereka sedang berjuang demi pronsip, demi integritas, demi kebenaran. Kebenaran masing-masing pada kenyataannya.

Saat prajurit raja melerai perkelahian diantara orang-orang buta itu, kerumunan hadirin di alun-alun istana terpaku membisu dan wajah para menteri tampak malu. Setiap orang yang hadir menangkap pesan yang ingin disampaikan oleh raja melalui pelajaran itu.

Masing-masing dari kita hanya mengetahui sebagian saja dari kebenaran. Bila kita memegang teguh pengetahuan kita yang terbatas itu sebagai kebenaran mutlak, kita tak ubahnya menyerupai salah satu dari orang buta yang meraba satu bab dari seekor gajah dan menyimpulkan bahwa pengalaman mereka itu sebagai sebuah kebenaran, dan yang lainnya: salah.

Bayangkanlah kalau ketujuh orang buta itu bisa menarik suatu kesimpulan bahwa ‘seekor gajah’ yaitu sesuatu yang menyerupai watu karang besar, yang ditopang oleh empat batang pohon. Di bab belakang watu karang itu ada seutas pecut pengusir lalat, dan di depannya ada gentong air besar. Di setiap sisi gentong air itu terdapat dua daun kipas, dengan dua bajak yang mengapit seekor piton panjang! Mewreka tentu akan tahu citra seekor gajah yang sebenarnya, bagi orang yang tak akan pernah melihatnya.
Scud Story memuat dengan lengkap unsur-unsur dan kaidah baku dalam menyajikan dongeng dan dongeng, mencakup unsur Intrinsik yaitu mencakup Tema, Amanat/Pesan Moral, Alur Cerita/Plot, Perwatakan/Penokohan, Latar/Setting, dan Sudut pandang. dan kadang disertai unsur Ekstrinsik Cerita.


Previous
Next Post »

Post a Comment