Mengenal dan Memahami Budaya Indonesia, upacara adat, pelet, wayang, mitos dan legenda, rumah adat, pakaian adat, Asal Usul Sejarah Borobudur, Nenek Moyang, Tari Rumah Adat, Hindu, Budha, Islam, Majapahit, Merah Delima, Pusaka, Pocong, Kuntilanak, Nyi Roro Kidul

Saturday, September 8, 2012

Asal-Usul Harimau (Maung) Siliwangi


Seperti diketahui, Pajajaran merupakan kerajaan hindu terbesar di Jawa Barat. Tidak begitu terperinci siapa pendiri dan kapan berdirinya. Namun lokasinya diketahui di Bogor sekarang. Raja-raja yang pernah berkuasa diantaranya, adalah: Prabu Lingga Raja Kencana, Prabu Wastu Kencana, dan Prabu Siliwangi.

Di antara raja-raja tersebut yang paling termashyur yaitu Prabu Siliwangi. Raja yang populer amat bijaksana ini beristrikan putri berjulukan Dewi Kumalawangi. Dari rahim istrinya ini lahirlah tiga orang putra, yaitu: Raden Walangsungsang, Dewi Rarasantang dan Raden Kiansantang.

Raden Kiansantang lahir di Pajajaran tahun 1315. Dia yaitu seorang cowok yang sangat cakap. Tidaklah heran kalau pada usianya yang masih muda Kiansantang diangkat menjadi Dalem Bogor kedua. Konon, raden Kiansantang juga sakti mandraguna. Tubuhnya kebal, tak bisa dilukai senjata jenis apapun. Auranya memancarkan wibawa seorang ksatria, dan sorot matanya menggetarkan hati lawan.

Diriwayatkan, prabu Kiansantang telah menjelajahi seluruh tanah Pasundan. Tapi, seumur hidupnya dia belum pernah bertemu dengan orang yang bisa melukai tubuhnya. Padahal ia ingin sekali melihat darahnya sendiri. Maka pada suatu hari, dia memohon kepada ayahnya semoga dicarikan lawan yang hebat.

Konon ini yaitu wajah Kian Santang

Untuk memenuhi permintaan putranya, Prabu Siliwangi mengumpulkan para jago nujum. Dia meminta dukungan pada mereka untuk menawarkan siapa dan dimana orang sakti yang bisa mengalahkan putranya.

Kemudian tiba seorang kakek yang bisa menawarkan orang yang selama ini dicari. Menurut kakek tersebut, orang gagah yang bisa mengalahkan Raden Kiansantang ada di tanah suci Mekkah, namanya Sayidina Ali.

“Aku ingin bertemu dengannya.” Tukas Raden Kiansantang.
 “Untuk bisa bertemu dengannya, ada syarat yang harus raden penuhi,” ujar si kakek.

Syarat-syarat tersebut adalah:
  1. Harus bersemedi dulu di ujung kulon, atau ujung barat Pasundan
  2. Harus berganti nama menjadi Galantrang Setra

 Dua syarat yang disebutkan tidak menjadi penghalang. Dengan segera Raden Kiansantang menggunakan nama Galantrang Setra. Setelah itu ia segera pergi ke ujung kulon Pasundan untuk bersemedi.

Pergi Ke Mekkah
Tak dijelaskan dengan apa Galantrang Setra pergi ke Mekkah. Yang niscaya sesampainya di Arab dia pribadi mencari Sayidina Ali.

“Anda kenal dengan Sayidina Ali?” Tanya Kiansantang pada seorang lelaki tegap yang kebetulan berpapasan dengannya.

“Kenal sekali,” jawabnya.

“Kalau begitu bisakah kamu antar saya kesana?”

"Bisa, asal kamu mau mengambilkan tongkatku itu.”

Demi untuk bertemu dengan Ali, Kiansantang berdasarkan untuk mengambil tongkat ya tertancap di pasir. Tapi alangkah terkejutnya ia dikala mencoba mencabut tongkat itu ia tak berhasil, bahkan meski ia mengerahkan segala kesaktiannya dan pori-porinya keluar keringat darah.

Begitu mengetahui Kiansantang tak bisa mencabut tongkatnya, maka laki-laki itu pun menghampiri tongkatnya sambil membaca Bismillah tongkat itu dengan gampang bisa dicabut.

Kiansantang keheranan melihat orang itu dengan mudahnya mencabut tongkat tersebut sedang ia sendiri tak bisa mencabutnya.

“Mantra apa yang kamu baca tadi hingga kamu begitu gampang mencabut tongkat itu? Bisakah kamu mengajarkan mantra itu kepadaku?”

“Tidak Bisa, alasannya yaitu kamu bukan orang islam.”

Ketika ia terbengong dengan balasan laki-laki itu, seorang yang kebetulan lewat di depan mereka menyapa; “Assalamu’alaikum Sayidina Ali.”

Mendengar sapaan itulah kini ia tahu bahwa Sayidina Ali yang ia cari yaitu orang yang sedari tadi bersamanya. Begitu menyadari ini maka keinginan Kiansantang untuk mengadu kesaktian musnah seketika. “Bagaimana mungkin saya bisa mengalahkannya sedang mengangkat tongkatnya pun saya tak mampu,” pikirnya.

Singkat kisah alhasil Kiansantang masuk agama islam. Dan sesudah beberapa bulan berguru agama islam ia berniat untuk kembali ke Pajajaran guna membujuk ayahnya untuk juga ikut memeluk agama islam.

Usaha Kiansantang Mengislamkan Ayahnya
Sesampainya di Pajajaran, dia segera menghadap ayahandanya. Dia ceritakan pengalamannya di tanah Mekkah dari mulai bertemu Sayidina Ali hingga masuk islam. Karena itu ia berharap ayahandanya masuk islam juga. Tapi sayangnya seruan Kiansantang ini tak bersambut dan ayahandanya bersikeras untuk tetap memeluk agama Hindu yang semenjak lahir dianutnya.

Betapa kecewanya Kiansantang begitu mendengar balasan ayahandanya yang menolak mengikuti ajakannya. Untuk itu ia tetapkan kembali ke Mekkah demi memperdalam agama islamnya dengan satu impian seiring makin pintarnya ia berdakwah mungkin ayahnya akan terbujuk masuk islam juga.

Setelah 7 tahun bermukin di Mekkah, Kiansantang pun kembali lagi ke Pajajaran untuk mencoba mengislamkan ayahandanya. Mendengar Kiansantang kembali Prabu Siliwangi yang tetap pada pendiriannya untuk tetap memeluk agama Hindu itu tentu saja merasa gusar. Maka dari itu, dikala Kiansantang sedang dalam perjalanan menuju istana, dengan kesaktiannya prabu Siliwangi menyulap keraton Pajajaran menjadi hutan rimba.

Bukan main kagetnya Kiansantang sesudah hingga di wilayah keraton pajajaran tidak mendapati keraton itu dan yang terlihat malah hutan belantara, padahal dia yakin dan mustahil keliru, disanalah keraton Pajajaran berdiri.

Dan alhasil sesudah mencari kesana kemari ia menemukan ayahandanya dan para pengawalnya keluar dari hutan.

Dengan segala hormat, dia bertanya pada ayahandanya, “Wahai ayahanda, mengapa ayahanda tinggal di hutan? Padahal ayahanda seorang raja. Apakah pantas seorang raja tinggal di hutan? Lebih baik kita kembali ke keraton. Ananda ingin ayahanda memeluk agama islam.”

Prabu Siliwangi tidak menjawab pertanyaan putranya, malah ia balik bertanya, “Wahai ananda, lantas apa yang pantas tinggal di hutan?”

“Yang pantas tinggal di hutan yaitu harimau.” Jawab Kiansantang.

Konon, tiba-tiba prabu Siliwangi beserta pengikutnya berubah wujud menjadi harimau. Kiansantang meratapi dirinya telah mengucapkan kata harimau hingga ayahanda dan pengikutnya berubah wujud menjadi harimau.

Maka dari itu, meski telah berkembang menjadi harimau, namun Kiansantang masih saja terus membujuk mereka untuk memeluk agama islam.

Namun rupanya harimau-harimau itu tidak mau menghiraukan ajakannya. Mereka lari ke kawasan selatan, yang kini masuk wilayah Garut. Kiansantang berusaha mengejarnya dan menghadang lari mereka. Dia ingin sekali lagi membujuk mereka. Sayang usahanya gagal. Mereka tak mau lagi diajak bicara dan masuk ke dalam goa yang kini populer dengan nama goa Sancang, yang terletak di Leuweung Sancang, di kabupaten Garut.

Goa dan hutan Sancang yang dimaksud.

.

.

.
Epilog
Mengenai tokoh yang disebutkan sebagai Sayidina Ali dalam kisah ini, memang sedikit kontroversial. Mengingat tarikh kejadian, apakah mungkin yang dimaksud sayidina Ali disini yaitu Ali Bin Abi Tholib, ataukah yang dimaksud yaitu tokoh sayidina Ali yang lain, mengingat tahun kejadian yang terpaut jauh dengan masa kehidupan Ali Bin Abi Tholib. Embuhlah…  )

____________
Semua Photo didapat dari Kaskus

Previous
Next Post »

Post a Comment