Mengenal dan Memahami Budaya Indonesia, upacara adat, pelet, wayang, mitos dan legenda, rumah adat, pakaian adat, Asal Usul Sejarah Borobudur, Nenek Moyang, Tari Rumah Adat, Hindu, Budha, Islam, Majapahit, Merah Delima, Pusaka, Pocong, Kuntilanak, Nyi Roro Kidul

Tuesday, June 18, 2013

Mane’E; Tradisi Menangkap Ikan Dengan Janur

Di Desa Karakeleng, Kecamatan Nanusa, Kabupaten Talaud yang berada di pulau Intata ada sebuah tradisi menangkap ikan yang sangat unik kalau tidak di katakan ajaib. Tradisi yang pada beberapa hari kemudian menerima rekor Muri ini dinamakan oleh penduduk setempat sebagai tradisi Mane’e. Seperti apa keunikan tradisi ini? Tradisi yang berlangsung setahun sekali pada dikala purnama menerangi langit Pulau Intata ini ialah sebuah tradisi menangkap ikan yang dilakukan hanya dengan tangan kosong sehabis sebelumnya ikan-ikan tersebut digiring memakai janur kelapa yang di susun saling berkait dengan akar kayu sebagai penautnya. 

Sebelum prosesi ini dilakukan terlebih dahulu dilakukan doa bersama untuk meminta petunjuk kapan tepatnya tradisi ini harus dilaksanakan kepada Mawu Ruata (leluhur) dengan dipimpin oleh Inang Wanua dan Ratu Wanua (pemimpin adat). Setelah waktu pelaksanaan telah didapat maka barulah seluruh penduduk di kepulauan tersebut bersiap-siap. Acara manee berlangsung sehari penuh. Sejak pukul 07.00 Wita, warga sudah sibuk melilit janur. Sedangkan tali kayu hutan siap semenjak sepekan sebelumnya. Beranjak tengah hari, satu persatu warga mulai menyebar ke tempat seluas 3.400 meter persegi, memanjang di sepanjang bibir pantai membuatkan rangkaian janur itu.

Menyiapkan janur untuk menggiring ikan


Pukul 16.00 Wita ketika air maritim menyurut, janur kemudian digiring menjadi sebentuk bundar yang lebih kecil. Nah, dikala itulah tamu yang jumlah ribuan mulai masuk ke dalam bundar janur dan menangkap ikan sesuka hati mereka. Namun syaratnya, ikan tak boleh di jual, meskipun boleh dibawa pulang. 

Tradisi mane’e yang jikalau diindonesiakan menjadi kebersamaan ini memang lebih menekankan pada sisi kebersamaannya. Tradisi ini sendiri konon sudah ada semenjak masa ke 17, bermula ketika Pulau Nanusa diguncang gempa bumi dan tsunami. Dashyatnya tsunami itu kemudian memisahkan ketiga pulau yang sebelumnya saling berhimpitan yakni Pulau Karakelang, Pulau Intata dan Pulau Malo. Di antara ketiga pulau yang kesannya terpisah akhir tsunami itu terdapat nyare yaitu perairan dangkal yang ketika air sedang surut sanggup dilalui dengan hanya berjalan kaki. 

Nah, alasannya ialah dashyatnya tragedi tersebut disamping berdampak pada terpisahnya kepulauan itu juga menimbulkan efek psikologis yakni penduduk stress berat berlayar ke tengah lautan untuk menangkap ikan. Akibatnya, penduduk pun kekurangan pangan alasannya ialah memang nelayan ialah satu-satunya profesi mereka pada dikala itu. keadaan inilah yang kemudian menciptakan sang tetua adab berinisiatif melaksanakan prosesi mane’e biar penduduk yang masih stress berat itu tetap sanggup menangkap ikan tanpa harus melaut ke tengah samudera, tapi cukup menangkap ikan di nyare atau perairan dangkal tersebut.

Previous
Next Post »

Post a Comment