Mengenal dan Memahami Budaya Indonesia, upacara adat, pelet, wayang, mitos dan legenda, rumah adat, pakaian adat, Asal Usul Sejarah Borobudur, Nenek Moyang, Tari Rumah Adat, Hindu, Budha, Islam, Majapahit, Merah Delima, Pusaka, Pocong, Kuntilanak, Nyi Roro Kidul

Saturday, January 25, 2014

Adipati Karna Gugur

Setelah Durna gugur, para senapati bala tentara Kurawa mengangkat Karna sebagai mahasenapati. Karna berdiri di atas kereta kuda yang megah dengan Salya sebagai sais. Rasa percaya diri dan kemashyuran Karna sebagai kesatria membangkitkan semangat tempur pasukan Kurawa. Perang dimulai lagi.

Para andal perbintangan dimintai nasihat dan para Pandawa memilih waktu yang sempurna untuk bertempur. Arjuna memimpin serangan pada Karna. Bima menyusul di belakangnya. Dursasana memusatkan serangan pada Bima. Ia lepaskan hujan panah kepada Bima. Bima tertawa kecil menyambut serangan itu. Katanya dalam hati: “Kesempatan ini dilarang saya sia-siakan. Akan kutuntaskan sumpahku pada Drupadi hari ini. Aku sudah menunggu kesempatan ini usang sekali.”

Bima terbayang kembali penghinaan yang dilakukan Dursasana pada Drupadi. Amarahnya meluap-luap tak terkendali. Ia buang senjata dan melompat ke arah kereta Dursasana dan menerkam Dursasana ibarat harimau. Dursasana dilemparkan ke tanah dan badannya remuk redam. Ia patahkan tangan Dursasana dan ia lemparkan tubuh yang bersimbah darah itu ke tengah arena. Kemudian, ia memenuhi sumpah mengerikan yang ia ucapkan 13 tahun yang lalu. Dia hisap dan minum darah Dursasana ibarat hewan buas memangsa korban.

Kejadian yang mengerikan itu menciptakan gemetar semua yang melihat. Bahkan Karna, sang kesatria besar itu pun kecut hatinya melihat Bima merampungkan dendam kesumatnya.

Sementara itu di arena yang lain pun pertempuran tak kalah hebatnya. Karna putra Batara Surya melepaskan panah api ke arah Arjuna. Panah itu meluncur ke arah Arjuna ibarat ular yang menjulurkan pengecap bercabang api. Persis pada ketika itu, Khrisna menghentakkan tali kekang dan memutar kereta hingga terperosok ke dalam lumpur. Panah Karna mendesing. Hampir saja mengenai kepala Arjuna dan mengenai mahkota senapati yang digunakan Arjuna. Mahkota itu tersentak dan jatuh ke tanah. Wajah Arjuna merah alasannya aib dan amarah. Ia segera pasangkan anak panah di busur Gandewa untuk menamatkan Karna. Dan detik-detik selesai hidup Karna sudah menjelang. Seperti yang sudah diramalkan sebelumnya, roda kiri kereta Karna tiba-tiba terperosok ke dalam lumpur. Ia segera melompat dari keretanya untuk mengangkat rodanya.

Teriak Karna: “Tunggu! Keretaku masuk ke dalam lumpur. Kesatria besar sepertimu tidak akan memanfaatkan kecelakaan ini. Aku akan betulkan keretaku dahulu dan kita bertarung kembali.”

Arjuna ragu-ragu. Sementara itu Karna menjadi sedikit panik alasannya kecelakaan kecil itu. Ia menjadi ingat kutukan yang diucapkan kepadanya. Sekali lagi, ia meminta Arjuna untuk bersikap ksatria.

Krishna menyela: “Hai, Karna! Bagus engkau masih ingat hal ikhwal bersikap kesatria! Ketika dalam kesulitan engkau gres ingat nilai-nilai kesatria. Tapi ketika kamu dan Duryudana, Dursasana serta Sengkuni menyeret Drupadi ke ruang pertemuan dan mempermalukannya, mengapa engkau melupakan nilai-nilai itu? Engkau turut berperan membantu menipu Dharmaputra, yang memang suka bermain dadu tapi kurang berpengalaman. Pada ketika itu dimanakah perilaku kesatriamu? Apakah artinya perilaku kesatria ketika kalian mengeroyok dan membunuh Abimanyu beramai-ramai? Hai, insan jahat jangan berbicara perilaku kesatria alasannya engkau tidak pernah bersikap kesatria!”

Ketika Krishna mencela Karna habis-habisan dan mendesak Arjuna untuk segera menghabisinya, Karna hanya dapat menundukkan kepala dan tidak dapat berkata-kata. Tanpa suara, ia naik ke atas kereta dan membiarkan roda keretanya terbenam dalam lumpur. Ia segera lepaskan panah ke arah Arjuna. Untuk sesaat, Arjuna terhenyak. Dengan cepat Karna memanfaatkan kesempatan itu untuk membetulkan kereta kudanya. Tapi sepertinya takdir sudah tetapkan dan nasib baik pun menjauh dari kesatria besar itu. Roda itu sama sekali tidak bergeming, meskipun kesatria besar itu sudah mengerahkan seluruh tenaga. Kemudian, ia mencoba mengingat mantra Brahmastra dukungan Parasurama. Tapi, persis pada ketika yang sangat ia butuhkan, ibarat yang diramalkan Parasurama, Karna tidak dapat mengingat mantra itu.

Seru Krishna: “Arjuna, jangan buang-buang waktu. Lepaskan panahmu dan bunuh insan jahat itu!”

Arjuna ragu-ragu. Tangannya tidak yakin untuk melaksanakan tindakan yang tidak mencerminkan perilaku ksatria itu. Tapi ketika Krishna berkata: “Arjuna, melaksanakan kehendak yang maha kuasa dan melepaskan panah yang mengena dan melukai kepala Karna.” sang begawan tak hingga hati menghubungkan tindakan tidak kesatria ini dengan Arjuna yang merupakan perwujudan keluhuran budi. Krishna lah yang menyuruh Arjuna menghabisi Karna ketika ia berusaha mengangkat roda dari lumpur. Menurut tata krama perang, tindakan tersebut tidak dibenarkan, tapi siapa yang dapat mengelak dari takdirnya? Akhirnya Arjuna melepaskan panahnya dan sempurna mengenai kepala Karna. Karna pun tewas ditangan Arjuna.

Previous
Next Post »

Post a Comment