Mengenal dan Memahami Budaya Indonesia, upacara adat, pelet, wayang, mitos dan legenda, rumah adat, pakaian adat, Asal Usul Sejarah Borobudur, Nenek Moyang, Tari Rumah Adat, Hindu, Budha, Islam, Majapahit, Merah Delima, Pusaka, Pocong, Kuntilanak, Nyi Roro Kidul

Friday, November 16, 2018

Asal Mula Danau Si Losung Dan Si Pinggan

Scud Story yaitu Portal Edukasi yang memuat artikel wacana Cerita Kisah As Asal Mula Danau Si Losung Dan Si Pinggan
Scud Story yaitu Portal Edukasi yang memuat artikel wacana Cerita Kisah Asal Mula Danau Si Losung Dan Si Pinggan, Dongeng Anak Indonesia, Cerita Rakyat dan Legenda Masyarakat Indonesia, Dongeng Nusantara, Cerita Binatang, Fabel, Hikayat, Dongeng Asal Usul, Kumpulan Kisah Nabi, Kumpulan Cerita Anak Indonesia, Cerita Lucu,Tips Belajar, Edukasi Anak Usia Dini, PAUD, dan Balita.

Dahulu di kawasan Silahan, Tapanuli Utara, hiduplah sepasang suami-istri yang mempunyai dua orang anak laki-laki. Yang sulung berjulukan Datu Dalu, sedangkan yang bungsu berjulukan Sangmaima. Ayah mereka yaitu spesialis pengobatan dan jago silat. Sang Ayah ingin kedua anaknya itu mewarisi keahlian yang dimilikinya. Oleh sebab itu, ia sangat tekun mengajari mereka cara meramu obat dan bermain silat semenjak masih kecil, hingga kesannya mereka tumbuh menjadi cowok yang gagah dan terpelajar mengobati banyak sekali macam penyakit.

Pada suatu hari, ayah dan ibu mereka pergi ke hutan untuk mencari flora obat-obatan. Akan tetapi dikala hari sudah menjelang sore, sepasang suami-istri itu belum juga kembali. Akhirnya, Datu Dalu dan adiknya tetapkan untuk mencari kedua orang renta mereka. Sesampainya di hutan, mereka menemukan kedua orang renta mereka telah tewas diterkam harimau.

Dengan sekuat tenaga, kedua abang-adik itu membopong orang renta mereka pulang ke rumah. Usai program penguburan, ketika hendak membagi harta warisan yang ditinggalkan oleh orang renta mereka, keduanya gres menyadari bahwa orang renta mereka tidak mempunyai harta benda, kecuali sebuah tombak pusaka. Menurut susila yang berlaku di kawasan itu, apabila orang renta meninggal, maka tombak pusaka jatuh kepada anak sulung. Sesuai aturan susila tersebut, tombak pusaka itu diberikan kepada Datu Dalu, sebagai anak sulung.

Pada suatu hari, Sangmaima ingin meminjam tombak pusaka itu untuk berburu babi di hutan. Ia pun meminta ijin kepada abangnya. “Bang, bolehkah saya pinjam tombak pusaka itu?” “Untuk keperluan apa, Dik?” “Aku ingin berburu babi hutan.” “Aku bersedia meminjamkan tombak itu, asalkan kau sanggup menjaganya jangan hingga hilang.” “Baiklah, Bang! Aku akan merawat dan menjaganya dengan baik.”

Setelah itu, berangkatlah Sangmaima ke hutan. Sesampainya di hutan, ia pun melihat seekor babi hutan yang sedang berjalan melintas di depannya. Tanpa berpikir panjang, dilemparkannya tombak pusaka itu ke arah hewan itu. “Duggg…!!!” Tombak pusaka itu sempurna mengenai lambungnya. Sangmaima pun sangat senang, sebab dikiranya babi hutan itu sudah roboh. Namun, apa yang terjadi? Ternyata babi hutan itu melarikan diri masuk ke dalam semak-semak. “Wah, celaka! Tombak itu terbawa lari, saya harus mengambilnya kembali,” gumam Sangmaima dengan perasaan cemas.

Ia pun segera mengejar babi hutan itu, namun pengejarannya sia-sia. Ia hanya menemukan gagang tombaknya di semak-semak. Sementara mata tombaknya masih menempel pada lambung babi hutan yang melarikan diri itu. Sangmaima mulai panik. “Waduh, gawat! Abangku niscaya akan murka kepadaku jikalau mengetahui hal ini,” gumam Sangmaima. Namun, babi hutan itu sudah melarikan diri masuk ke dalam hutan. Akhirnya, ia pun tetapkan untuk kembali ke rumah dan memberitahukan hal itu kepada Abangnya. “Maaf, Bang! Aku tidak berhasil menjaga tombak pusaka milik Abang. Tombak itu terbawa lari oleh babi hutan,” lapor Sangmaima. “Aku tidak mau tahu itu! Yang terang kau harus mengembalikan tombok itu, apa pun caranya,” kata Datu Dalu kepada adiknya dengan nada kesal.” Baiklah, Bang! Hari ini juga saya akan mencarinya,” jawab Sangmaima. “Sudah, jangan banyak bicara! Cepat berangkat!” perintah Datu Dalu.

Saat itu pula Sangmaima kembali ke hutan untuk mencari babi hutan itu. Pencariannya kali ini ia lakukan dengan sangat hati-hati. Ia menelesuri jejak kaki babi hutan itu hingga ke tengah hutan. Sesampainya di tengah hutan, ia menemukan sebuah lubang besar yang mirip mirip gua. Dengan hati-hati, ia menyurusi lubang itu hingga ke dalam. Alangkah terkejutnya Sangmaima, ternyata di dalam lubang itu ia menemukan sebuah istana yang sangat megah. “Aduhai, indah sekali tempat ini,” ucap Sangmaima dengan takjub. “Tapi, siapa pula pemilik istana ini?” tanyanya dalam hati.

Oleh sebab penasaran, ia pun memberanikan diri masuk lebih dalam lagi. Tak jauh di depannya, terlihat seorang perempuan bagus sedang tergeletak merintih kesakitan di atas pembaringannya. Ia kemudian menghampirinya, dan tampaklah sebuah mata tombak menempel di perut perempuan bagus itu. “Sepertinya mata tombak itu milik Abangku,” kata Sangmaima dalam hati. Setelah itu, ia pun menyapa perempuan bagus itu. “Hai, gadis cantik! Siapa kamu?” tanya Sangmaima. “Aku seorang putri raja yang berkuasa di istana ini.” “Kenapa mata tombak itu berada di perutmu?” “Sebenarnya babi hutan yang kau tombak itu yaitu penjelmaanku.” “Maafkan aku, Putri! Sungguh saya tidak tahu hal itu.” “Tidak apalah, Tuan! Semuanya sudah terlanjur. Kini saya hanya berharap Tuan bisa menyembuhkan lukaku.”

Berbekal ilmu pengobatan yang diperoleh dari ayahnya ketika masih hidup, Sangmaima bisa mengobati luka perempuan itu dengan mudahnya. Setelah perempuan itu sembuh dari sakitnya, ia pun berpamitan untuk mengembalikan mata tombak itu kepada abangnya. Abangnya sangat gembira, sebab tombak pusaka kesayangannya telah kembali ke tangannya. Untuk mewujudkan kegembiraan itu, ia pun mengadakan selamatan, yaitu pesta susila secara besar-besaran. Namun sayangnya, ia tidak mengundang adiknya, Sangmaima, dalam pesta tersebut. Hal itu menciptakan adiknya merasa tersinggung, sehingga adiknya tetapkan untuk mengadakan pesta sendiri di rumahnya dalam waktu yang bersamaan. Untuk memeriahkan pestanya, ia mengadakan pertunjukan dengan mendatangkan seorang perempuan yang dihiasi dengan banyak sekali bulu burung, sehingga ibarat seekor burung Ernga. Pada dikala pesta dilangsungkan, banyak orang yang tiba untuk melihat pertunjukkan itu.

Sementara itu, pesta yang dilangsungkan di rumah Datu Dalu sangat sepi oleh pengunjung. Setelah mengetahui adiknya juga melakukan pesta dan sangat ramai pengunjungnya, ia pun bermaksud meminjam pertunjukan itu untuk memikat para tamu semoga mau tiba ke pestanya. “Adikku! Bolehkah saya pinjam pertunjukanmu itu?” “Aku tidak keberatan meminjamkan pertunjukan ini, asalkan Abang bisa menjaga perempuan burung Ernga ini jangan hingga hilang.” “Baiklah, Adikku! Aku akan menjaganya dengan baik.”

Setelah pestanya selesai, Sangmaima segera mengantar perempuan burung Ernga itu ke rumah abangnya, kemudian berpamitan pulang. Namun, ia tidak pribadi pulang ke rumahnya, melainkan menyelinap dan bersembunyi di langit-langit rumah abangnya. Ia bermaksud menemui perempuan burung Ernga itu secara sembunyi-sembunyi pada dikala pesta abangnya selesai.

Waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Pada malam harinya, Sangmaima berhasil menemui perempuan itu dan berkata: “Hai, Wanita burung Ernga! Besok pagi-pagi sekali kau harus pergi dari sini tanpa sepengetahuan abangku, sehingga ia mengira kau hilang.” “Baiklah, Tuan!” jawab perempuan itu.

Keesokan harinya, Datu Dalu sangat terkejut. Wanita burung Ernga sudah tidak di kamarnya. Ia pun mulai cemas, sebab tidak berhasil menjaga perempuan burung Ernga itu. “Aduh, Gawat! Adikku niscaya akan murka jikalau mengetahui hal ini,” gumam Datu Dalu. Namun, belum ia mencarinya, tiba-tiba adiknya sudah berada di depan rumahnya. “Bang! Aku tiba ingin membawa pulang perempuan burung Ernga itu. Di mana dia?” tanya Sangmaima akal-akalan tidak tahu. “Maaf Adikku! Aku telah lalai, tidak bisa menjaganya. Tiba-tiba saja ia menghilang dari kamarnya,” jawab Datu Dalu gugup. “Abang harus menemukan burung itu,” seru Sangmaima. “Dik! Bagaimana jikalau saya ganti dengan uang?” Datu Dalu menawarkan.

Sangmaima tidak bersedia mendapatkan ganti rugi dengan bentuk apapun. Akhirnya pertengkaran pun terjadi, dan perkelahian antara adik dan kakak itu tidak terelakkan lagi. Keduanya pun saling menyerang satu sama lain dengan jurus yang sama, sehingga perkelahian itu tampak seimbang, tidak ada yang kalah dan menang.

Datu Dalu kemudian mengambil lesung kemudian dilemparkan ke arah adiknya. Namun sang Adik berhasil menghindar, sehingga lesung itu melayang tinggi dan jatuh di kampung Sangmaima. Tanpa diduga, tempat jatuhnya lesung itu tiba-tiba bermetamorfosis sebuah danau. Oleh masyarakat setempat, danau tersebut diberi nama Danau Si Losung.

Sementara itu, Sangmaima ingin membalas serangan abangnya. Ia pun mengambil piring kemudian dilemparkan ke arah abangnya. Datu Dalu pun berhasil menghindar dari lemparan adiknya, sehingga piring itu jatuh di kampung Datu Dalu yang pada kesannya juga menjadi sebuah danau yang disebut dengan Danau Si Pinggan.

Demikianlah kisah wacana asal-mula terjadinya Danau Si Losung dan Danau Si Pinggan di kawasan Silahan, Kecamatan Lintong Ni Huta, Kabupaten Tapanuli Utara.

Amanat Cerita di atas termasuk ke dalam kisah rakyat pola yang mengandung pesan-pesan moral. Ada dua pesan moral yang sanggup diambil sebagai pelajaran, yaitu semoga tidak bersifat curang dan egois.
  • sifat curang. Sifat ini tercermin pada sifat Sangmaima yang telah menipu abangnya dengan menyuruh perempuan burung Ernga pergi dari rumah abangnya secara sembunyi-sembunyi, sehingga abangnya mengira perempuan burung Ernga itu hilang. Dengan demikian, abangnya akan merasa bersalah kepadanya.
  • sifat egois. Sifat ini tercermin pada sikap Sangmaima yang tidak mau memaafkan abangnya dan tidak bersedia mendapatkan ganti rugi dalam bentuk apapun dari abangnya.
Scud Story memuat dengan lengkap unsur-unsur dan kaidah baku dalam menyajikan kisah dan dongeng, mencakup unsur Intrinsik Cerita Dongeng yaitu mencakup Tema Cerita Dongeng, Amanat/Pesan Moral Cerita Dongeng, Alur Cerita/Plot Cerita Dongeng, Perwatakan/Penokohan Cerita Dongeng, Latar/Setting Cerita Dongeng, serta Sudut pandang Cerita Dongeng. dan kadang disertai  unsur Ekstrinsik Cerita atau Dongeng.



Previous
Next Post »

Post a Comment