Mengenal dan Memahami Budaya Indonesia, upacara adat, pelet, wayang, mitos dan legenda, rumah adat, pakaian adat, Asal Usul Sejarah Borobudur, Nenek Moyang, Tari Rumah Adat, Hindu, Budha, Islam, Majapahit, Merah Delima, Pusaka, Pocong, Kuntilanak, Nyi Roro Kidul

Thursday, March 22, 2018

Cerita Fabel - Kerajaan Tikus Dan Kucing

Cerita Fabel - Dahulu di Pakistan terdapat sebuah rawa berjulukan Dawran. Rawa itu ratusan kilometer panjangnya. Di tengah rawa tersebut terdapat sebuah kota berjulukan Aydazinum. Kota itu mempunyai banyak hal menarik. Penduduknya sangat sejahtera sampai sanggup mendapat apapun yang mereka inginkan.

Di dalam kota itu ada seekor tikus berjulukan Mezra yang dinobatkan sebagai Raja Tikus di wilayah tersebut. Kekuasaan Mezra bahkan meluas sampai ke desa-desa dipinggir kota. Untuk membantunya dalam memimpin para tikus, ia dibantu oleh tiga orang penasehat yang cerdas dan pemberani.

Suatu hari para penasehat berkumpul dengan sang raja tikus untuk membicarakan aneka macam problem yang terjadi di sekitar kerajaan mereka. Di tengah perbincangan, Mezra Raja Tikus berkata,” Apakah mungkin membebaskan diri kita dari teror kucaing? Kita sudah sangat usang di tindas oleh para kucing itu.”

“Meski kita hidup nyaman dan mempunyai banyak kesenangan dalam hidup, ketakutan kita terhadap kucing telah melenyapkan semua kenikmatan tersebut. Saya harap kalian sanggup memberi saran bagaimana mengatasi problem ini. Apa yang kalian pikir harus kita lakukan?”

“Saran saya.” Ujar penasehat pertama.” Adalah mengumpulkan sebanyak mungkin lonceng kecil dan mengalungkan bel itu ke leher setiap kucing sehingga kita sanggup mendengar mereka tiba dan mempunyai waktu untuk bersembunyi di lubang-lubang kita.”

Raja menoleh ke penasehat kedua dan berkata.” Bagaimana berdasarkan kau wacana sarannya itu.”

“Saya pikir itu sarang yang kurang baik.” Ujar penasehat kedua.” Siapa yang berani memasang lonceng di leher kucing meskipun kepada seekor anak kucing?”

“Menurut saya, kita harus mengungsi untuk sementara waktu ke desa. Ketika kota kosong, kucing akan mencari di kota lain yang banyak tikusnya. Sehingga saat kucing sudah tidak ada di kota kita, kita sanggup kembali dengan aman.” Lanjut penasehat kedua.


Mezra, tampaknya masih kurang puas dengan pandangan gres dari penasihat kedua. Dia kemudian menoleh ke penasehat ketiga yang dikenal paling cerdas dan bijaksana.” Menurutmu bagaimana dengan saran tersebut.”

Penasehat ketiga menggeleng.” Saya tidak setuju. Jika kita meninggalkan kota dan tingal di desa, bagaimana sanggup kita pastikan kucing-kucing itu akan menghilang, yang saya tahu sebagian besar kucing di kota ini menjadi peliharaan para pemiliknya. Andaipun mereka pergi ke kota lain, tidak ada jaminan bahwa mereka tidak akan kembali. Yang lebih penting yakni wacana keselamatan para tikus. Kehidupan di desa jauh lebih berat dibandingkan dengan di kota. Disana bukan hanya hidup para kucing liar tetapi banyak hewan liar lain yang juga memangsa bangsa kita, beberapa diantaranya ular dan burung elang.”

“Saya oke dengan pendapatmu itu.” Ucap sang Raja.” Lalu apa menurutmu jalan keluar yang terbaik untuk problem ini.”

“Saya beropini satu rencana yang paling masuk nalar dan sanggup kita lakukan. Raja harus memanggil seluruh tikus di kota dan memerintahkan mereka membangun lorong di dalam rumah-rumah orang kaya yang menghubungkan ke semua ruang dalam rumah.”

“Lalu kita masuk ke terowongan itu, tapi kita tidak akan menyentuh masakan manusia. Tugas kita hanya merusak pakaian, kawasan tidur dan karpet mereka. Ketika melihat kerusakan itu, orang kaya akan berpikir, ‘Wah satu kucing tampaknya tidak cukup untuk mangatasi banyak tikus disini.’ Dan ia niscaya akan menambah satu lagi kucing peliharaan.” Ujar penasehat ketiga.

“Begitu kucing ditambah, kitapun menambah jumlah kerusakan. Dia niscaya akan menambah satu kucing lagi, kemudian kitapun menambah kerusakan sampai tiga kali lipatnya. Manusia yang cerdas tentu akan berpikir, ‘hei kerusakan hanya sedikit saat saya mempunyai satu kucing. Kini saat saya mempunyai banyak kucing kerusakan dirumahku semakin bertambah parah.”

“Jika orang tersebut mengurangi jumlah kucingnya kitapun akan mengurangi jumlah kerusakan di rumah tersebut. Orang tersebut niscaya berpikir, ‘aneh sekali’. Dia kemudian akan menyingkirkan satu kucing lain. Kita mengikuti dengan mengurangi tingkat kerusakan. Dan hasilnya tentu saja ia akan menyingkirkan satu lagi kucing yang tersisa.”

“Saat itu merupakan waktu kita untuk mengherntikan merusak barang-barang orang kaya itu. Tentu para orang kaya akan berpikir. ‘Wah ternyata bukan tikus yang merusak rumahku, malainkan kucing.” Mereka tentu akan bercerita kepada orang lainnya. Karena mereka orang kaya tentu saja dampak mereka akan sangat besar untuk masyarakat di kota ini. Dan nantinya kucing akan diburu dan justru akan dimusnahkan.”

Raja Mezra pun mengikuti saran penasehat ketiga. Butuh waktu tidak terlalu usang sampai tidak ada satupun kucing berada di kota tersebut. Bila mereka melihat lubang di pakaian mereka, orang-orang tetap yakin bahwa itu yakni ulah kucing.

Kini, bila itu terjadi, mereka niscaya berkata.” Seekor kucing niscaya telah menyelinap ke rumah tadi malam. Seekor kucing niscaya mengendap-endap di kota tadi malam.” Dengan cara itu, para tikus benar-benar berhasil membebaskan diri dari rasa takut terhadap kucing.

Pesan yang sanggup diambil dari Cerita Fabel Kisah Kerajaan Tikus dan Kucing yakni untuk mencapai sesuatu kadang kita harus melaksanakan hal yang tidak biasa.

Previous
Next Post »

Post a Comment