Mengenal dan Memahami Budaya Indonesia, upacara adat, pelet, wayang, mitos dan legenda, rumah adat, pakaian adat, Asal Usul Sejarah Borobudur, Nenek Moyang, Tari Rumah Adat, Hindu, Budha, Islam, Majapahit, Merah Delima, Pusaka, Pocong, Kuntilanak, Nyi Roro Kidul

Friday, November 29, 2013

Suluk Jebeng Sunan Bonang

Suluk Jebeng ditulis dalam tembang Dhandhanggula dan dimulai dengan perbincangan mengenai wujud insan sebagai khalifah Tuhan di bumi dan bahawasanya insan itu dicipta ibarat gambaran-Nya (mehjumbh dinulu). Hakekat diri yang sejati ini mesti dikenal supaya sikap dan amal perubuatan seseorang di dunia mencerminkan kebenaran. Persatuan insan dengan Tuhan diumpamakan sebagai gema dengan suara. Manusia harus mengenal suksma (ruh) yang berada di dalam tubuhnya. Ruh di dalam badan mirip api yang tak kelihatan. Yang nampak hanyalah bara, sinar, nyala, panas dan asapnya. Ruh dihubungkan dengan wujud tersembunyi, yang pemunculan dan kelenyapannya tidak gampang diketahui. 

Ujar Sunan Bonang:
Puncak ilmu yang sempurna
Seperti api berkobar
Hanya bara dan nyalanya
Hanya kilatan cahaya
Hanya asapnya kelihatan
Ketauilah wujud sebelum api menyala
Dan sehabis api padam
Karena serba diliputi rahasia
Adakah kata-kata yang sanggup menyebutkan?
Jangan tinggikan diri melampaui ukuran
Berlindunglah semata kepada-Nya
Ketahui, rumah bergotong-royong jasad ialah ruh
Jangan bertanya
Jangan memuja nabi dan wali-wali
Jangan mengaku Tuhan
Jangan menerka tidak ada padahal ada
Sebaiknya diam
Jangan hingga digoncang
Oleh kebingungan
Pencapaian sempurna
Bagaikan orang yang sedang tidur
Dengan seorang perempuan, kala bercinta
Mereka tenggelam dalam asyik, terlena
Hanyut dalam berahi
Anakku, terimalah
Dan pahami dengan baik
Ilmu ini memang sukar dicerna

Satu-satunya karangan prosa Sunan Bonang yang sanggup diidentifikasi hingga kini ialah Pitutur She Bari. Salah satu naskah yang memuat teks karangan prosa Sunan Bonang ini ialah MS Leiden Cod. Or. 1928. Naskah teks ini telah ditransliterasi ke dalam goresan pena Latin, serta diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda oleh Schrieke dalam disertasi doktornya Het Boek van Bonang (1911). Hoesein Djajadiningrat juga pernah meneliti dan mengulasnya dalam tulisannya “Critische Beschouwing van de Sedjarah Banten” (1913). Terakhir naskah teks ini ditransliterasi dan disunting oleh Drewes, dalam bukunya The Admonotions of Seh Bari (1978), disertai ulasan dan terjemahannya dalam bahasa Inggris.

Kitab ini ditulis dalam bentuk obrolan atau tanya-jawab antara seorang penuntut ilmu suluk, Syaful Rijal, dan gurunya Syekh Bari. Nama Syaiful Rijal, yang artinya pedang yang tajam, biasa digunakan sebagai julukan kepada seorang murid yang tekun mempelajari tasawuf (al-Attas 1972). Mungkin ini yaitu sebutan untuk Sunan Bonang sendiri dikala menjadi seorang penuntut ilmu suluk. Syekh Bari diduga yaitu guru Sunan Bonang di Pasai dan berasal dari Bar, Khurasan, Persia Timur Daya (Drewes 1968:12).

Secara umum aliran tasawuf yang dikemukakan erat dengan aliran dua tokoh tasawuf besar dari Persia, Imam al-Ghazali (w. 1111 M) dan Jalaluddin al-Rumi (1207-1273 M). Nama-nama jago tasawuf lain dari Persia yang disebut ialah Syekh Sufi (mungkin Harits al-Muhasibi), Nuri (mungkin Hasan al-Nuri) dan Jaddin (mungkin Junaid al-Baghdadi). Ajaran ketiga tokoh tersebut merupakan sumber utama aliran Imam al-Ghazali (al-Taftazani 1985:6). Istilah yang digunakan dalam kitab ini, yaitu “wirasaning ilmu suluk” (jiwa atau inti aliran tasawuf) mengingatkan pada pernyataan Imam al-Ghazali bahwa tasawuf merupakan jiwa ilmu-ilmu agama.

_______________________
Postingan ini yaitu goresan pena seseorang yang saya lupa nama dan blognya. Bila saudara tahu mohon beritahu saya di kolom komentar biar saya sanggup mencantumkan nama penulisnya. Terima kasih.

Previous
Next Post »

Post a Comment