Mengenal dan Memahami Budaya Indonesia, upacara adat, pelet, wayang, mitos dan legenda, rumah adat, pakaian adat, Asal Usul Sejarah Borobudur, Nenek Moyang, Tari Rumah Adat, Hindu, Budha, Islam, Majapahit, Merah Delima, Pusaka, Pocong, Kuntilanak, Nyi Roro Kidul

Wednesday, June 21, 2017

Kisah Bubuk Nawas Merayu Tuhan

Kisah Abu Nawas "Merayu Tuhan"

 Tak selamanya Abu Nawas bersikap konyol Kisah Abu Nawas Merayu Tuhan
cerita-singkat-lucu-kisah-abu-nawas" target="_blank">Cerita Singkat Lucu

Tak selamanya Abu Nawas bersikap konyol. Kadang-kadang timbul kedalaman hatinya yang merupakan bukti kesufian dirinya. Bila sedang dalam kesempatan mengajar, ia akan menunjukkan jawaban-jawaban yang berbobot sekalipun ia tetap menyampaikannya dengan ringan.

Seorang murid Abu Nawas ada yang sering mengajukan macam-macam pertanyaan. Tak jarang ia juga mengomentari ucapan-ucapan Abu Nawas kalau sedang memperbincangkan sesuatu. Ini terjadi ketika Abu Nawas mendapatkan tiga orang tamu yang mengajukan beberapa pertanyaan kepada Abu Nawas.

“Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?” ujar orang yang pertama.
“Orang yang mengerjakan dosa kecil,” jawab Abu Nawas.
“Mengapa begitu,” kata orang pertama mengejar.
“Sebab dosa kecil lebih gampang diampuni oleh Allah,” ujar Abu Nawas. Orang pertama itupun manggut-manggut sangat puas dengan tanggapan Abu Nawas.

Giliran orang kedua maju. Ia ternyata mengajukan pertanyaan yang sama, “Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?” tanyanya.

“Yang utama yakni orang yang tidak mengerjakan keduanya,” ujar Abu Nawas.
“Mengapa demikian?” tanya orang kedua lagi.
“Dengan tidak mengerjakan keduanya, tentu pengampunan Allah sudah tidak dibutuhkan lagi,” ujar Abu Nawas santai. Orang kedua itupun manggut-manggut mendapatkan tanggapan Abu Nawas dalam hatinya.
Orang ketiga pun maju, pertanyaannya pun juga seratus persen sama. “Manakah yang lebin utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?” tanyanya.
“Orang yang mengerjakan dosa besar lebih utama,” ujar Abu Nawas.
“Mengapa sanggup begitu?” tanya orang ktiga itu lagi.
“Sebab pengampunan Allah kepada hamba-Nya sebanding dengan besarnya dosa hamba-Nya,” ujar Abu Nawas kalem. Orang ketiga itupun merasa puas argumen tersebut. Ketiga orang itupun kemudian beranjak pergi.

Si murid yang suka bertanya kontan berujar mendengar insiden itu. “Mengapa pertanyaan yang sama sanggup menghasilkan tiga tanggapan yang berbeda,” katanya tidak mengerti.

Abu Nawas tersenyum. “Manusia itu terbagi atas tiga tingkatan, tingkatan mata, tingkatan otak dan tingkatan hati,” jawab Abu Nawas.
“Apakah tingkatan mata itu?” tanya si murid.
“Seorang anak kecil yang melihat bintang di langit, ia akan menyebut bintang itu kecil lantaran itulah yang tampak dimatanya,” jawab Abu Nawas memberi perumpamaan.
“Lalu apakah tingkatan otak itu?” tanya si murid lagi.
“Orang bakir yang melihat bintang di langit, ia akan menyampaikan bahwa bintang itu besar lantaran ia mempunyai pengetahuan,” jawab Abu Nawas.
“Dan apakah tingkatan hati itu?” Tanya si murid lagi.
“Orang bakir dan paham yang melihat bintang di langit, ia akan tetap menyampaikan bahwa bintang itu kecil sekalipun ia tahu yang sebetulnya bintang itu besar, lantaran baginya tak ada satupun di dunia ini yang lebih besar dari Allah SWT,” jawab Abu Nawas sambil tersenyum.
Si murid pun mafhum. Ia kemudian mengerti mengapa satu pertanyaan sanggup mendatangkan tanggapan yang berbeda-beda. Tapi si murid itu bertanya lagi.
“Wahai guruku, mungkinkah insan itu menipu Tuhan?” tanyanya.
“Mungkin,” jawab Abu Nawas santai mendapatkan pertanyaan asing itu.
“Bagaimana caranya?” tanya si murid lagi.
“Manusia sanggup menipu Tuhan dengan merayu-Nya melalui kebanggaan dan doa,” ujar Abu Nawas.
“Kalau begitu, ajarilah saya doa itu, wahai guru,” ujar si murid antusias.
“Doa itu adalah, “Ialahi lastu lil firdausi ahla, Wala Aqwa alannaril Jahimi, fahabli taubatan waghfir dzunubi, fa innaka ghafiruz dzambil adzimi.” (Wahai Tuhanku, saya tidak pantas menjadi penghuni surga, tapi saya tidak besar lengan berkuasa menahan panasnya api neraka. Sebab itulah terimalah tobatku dan ampunilah segala dosa-dosaku, sesungguhnya Kau lah Dzat yang mengampuni dosa-dosa besar).

Banyak orang yang mengamalkan doa yang merayu Tuhan ini.
Kisah Abu Nawas Lainnya => cerita-singkat-lucu-kisah-abu-nawas" target="_blank">Mengecoh Raja

Previous
Next Post »

Post a Comment